Hari kedua, ketiga dan keempat Forum ICAN 2022 lebih memfokuskan kepada refleksi personal sebagai seorang peacebuilders, yang di satu kaki terikat dengan komitmen di tingkat lokal dan nasional, tetapi di sisi lain ingin mendapatkan rekognisi Internasional. Bagaimana kehadiran womenpeacebuilders dapat mendorongkan perubahan di level kebijakan atau intervensi internasional? Peacebuilders juga sering dihadapkan dengan kekecewaan dimana ratusan forum internasional terjadi tetapi impactnya sangat kecil kepada keamanan dan kesejahteraan. Padahal pengorbanan untuk menghadiri forum internasional itu sangat tinggi; meninggalkan pekerjaan rutin, meninggalkan janji, terganggu pikiran menulis, meninggalkan keluarga, kesehatan, dan lain-lain. Semua itu dilakukan untuk bisa menjaga agar pekerjaan peacebuilders bisa dikenali oleh orang lebih luas, dan lembaga bisa mendapatkan dukungan finansial. Sebuah perjuangan yang tidak mudah.
Namun melihat komitmen internasional yang semakin menurun kepada kerja-kerja perdamaian, diindikasikan dengan tidak sustainnya program yang dibuat, kontrak short term, overlapping kerangka kerja, tipe program yang berorientasi pada konferensi besar, pemberian award lebih untuk publikasi lembaga penyelenggara, tetapi sangat sedikit memperhatikan dukungan berkelanjutan pada program dan kebutuhan organisasi.
Dari 38 negara yang hadir di forum, diantaranya adalah Afghanistan, Algeria,Colombia, Cameroon, Egypt, Libya, pakistan, Syria, Lebanon, Mexico, Indonesia, Philipina dan masih banyak lagi. Mereka adalah perempuan peacebuilders inter-generasi yang telah banyak melakukan intervensi, yang mencakup empat pilar dalam resolusi Dewan Keamanan PBB 1325 tentang perempuan, perdamaian dan keamanan. Jaringan ICAN yang hadir banyak melakukan intervensi pada wilayah pendidikan perdamaian, advokasi kebijakan, dialog/mediasi, advokasi untuk mendapatkan ruang keterlibatan, relief/ recovery/ rehabilitasi, networking, perlindungan dan sebagianya.
Tetapi sejumlah anggota yang hadir, mereka sangat sedikit melakukan kegiatan yang berhubungan dengan respon krisis, dokumentasi pengetahuan/ penelitian, pelibatan pada media sosial, capacity building mobilisator, penggunaan media sosial dll.
Sejumlah isu penting juga didiskusikan di dalam forum ICAN 2022 diantaranya adalah;
- She Builds Peace Campign ; kampanya ini telah dilakukan di sejumlah negara. Bentuknya berbeda-beda dari satu negara ke negara lainnya. Ada yang modelnya kampanye publik, edukasi kepada aktor kunci, bekerja dengan media seperti pembuatan podcast dan video podcast melalui youtube channel. isu visibilitas sangat mencuat dalam hal kampanye She Builds Peace, karena ini menentukan gaung dari kampanye.
- Bekerja dengan sektor pemerintah, ekonomi, agama, media, dan perusahaan ; Pada dasarnya ini semua sangat penting, meskipun setiap negara tidak memiliki pengalaman yang sama tentang keterlibatan masyarakat sipil dalam konteks policy making. Meski demikian, ada banyak cerita sukses bagaimana civil society dalam melakukan constructive engagemnet dengan pemerintah. Indonesia adalah salah satunya, dimana masyarakat sipil dilibatkan dalam pengambilan keputusan melalui konsultasi publik baik di tingkat nasional maupun lokal.
- Efektifitas pengelolaan jaringan ; perkembangan anggota jaringan ICAN membutuhkan pola pengelolaan yang berbeda. Pembentukan Sterring committee di tingkat global diperlukan agar management isu dan pertukaran informasi bisa berjalan dengan maksimal. Juga dibutuhkan penguatan di tingkat region, agar pendalaman isu dan pelebaran ke negara-negara yang berkonflik bisa diwadahi oleh struktur di level region. SC global bisa diambil dari kepengurusan di tingkat regions. Ini masih proposal, akan diputuskan segera. Ada juga gagasan membuat ambasador untuk meningkatkan visibilitas jaringan.
- Cloning peacebuilders di tingkat akar rumput menjadi isu penting. AMAN sudah melakukan sejak lama, sejak 2007 dengan membangun Women's School for Peace program, yang menghasilkan sejumlah peacebuilders di akar rumput. Cerita mreka melakukan perubahan bisa disaksikan di youtube channel She Builds Peace Indonesia.
- Clinic proposal ; konsultasi intensif dengan donor dan para ahli bagaimana melakukan proposal yang baik dan bagaimana bisa mendapatkan donor yang baik. Peminatnya cukup banyak terutama para perempuan peacebuilders yang ada di wilayah konflik dan mereka sulit mendapatkan akses pendanaan asing, sementara di negaranya sendiri tidak ada ketersediaan dana.
-gender dan ekstremisme juga salah workshop yang paling banyak penggemarnya. Disamping karena yang dibahas bukan saja problem, tapi cerita sukses dimana Hamsatun dari Nigeria bicara tentang pentingnya bekerja dengan perempuan korban Bukoharam, juga upaya kelompok perempuan melakukan counter narasi juga dianggap unik dan memang membanggakan. Ruby Kholifah dari Indonesia juga bicara tentang metodologi KUPI yang menghasilkan narasi gender positif yang bisa meningkatkan keberterimaan masyarakat kepada pemikiran para ulama perempuan yang memiliki kualitas bagus. Pertanyaan-pertanyaan dalam sesi tersebut sangat tajam, termasuk membuka pemikiran tentang pentingnya melihat konteks berbeda dengan pengunaan istilah. Saya senang menjadi nara sumber pemantiknya karena inspirasi KUPi dan kerja-kerja AMAN Indonesia memfasilitasi KUPI memberikan pencerahan dan imaginasi baru pada mereka yang mulai kehilangan harapan bekerja dengan para tokoh agama.
Future and New Ways
Cara baru. Saya salah satu orang yang sangat suka dengan cara baru. Kita sering sekali mengatakan KALAU BUKAN KITA SIAPA LAGI? Kadang memang ada sejumlah pekerjaan yang memang tidak terlalu banyak orang melakukan bahwa HARUS KITA yang melakukan, Pertanyaannya adalah jika kita tidak melakukan respon pada persoalan tersebut, akan ada cara lain untuk menyelesaikan persoalan tersebut? Dari forum terbuka saya belajar beberapa hal yaitu:
Pertama, membangun mind set baru, bekerja beyond project atau bahasa lainnya, bekerja dengan menggunakan pendekatan impact atau dampak. Konsekuensinya adalah organisasi harus memiliki strategic planning jangka panjang yang akan membantu memberikan arah. Project akan mendorong organisasi hanya berkutat pada kegiatan satu ke kegiatan lainnya.
Pendekatan yang AMAN pakai adalah impact oriented approach, dimana ada kesadaran baru bahwa perubahan tidak bisa dilakukan oleh satu lembaga. Dibutuhkan banyak aktor untuk bisa mendorongkan perubahan.Kesadaran bekerja dalam satu payung impact, akan mendorong lintas aktor juga berkontribusi pada pencapaian impact, dan komitmen transparant, karena satu dengan yang lain membutuhkan keterbukaan.
Kedua, membangun gerakan bersama sehingga muncul ownership bersama. Bekerja dalam sebuah langgam gerakan bukanlah mudah. Selain membutuhkan waktu yang tidak sedikit, pola kerja gerakan mengandalkan sebuah skill moderasi yang bisa merangkul semua karakter berbeda-beda, dan memiliki budaya kerja berbeda. Dengan bantuan alat impact oriented, gerakan akan tercipta, dengan kepentingan bersama. Nah, menemukan kepentingan bersama ini dibutuhkan relasi dekat, trust dan kesamaan imaginasi tentang dampak karena dikerjakan bersama.
Ketiga, kolaborasi adalah kata yang banyak didiskusikan dalam forum. Prakteknya seperti apa tentu setiap negara memiliki beda-beda tafsir. Kolaborasi harus didorong oleh ownership bersama, agar tidak bergantung dengan satu pihak saja. Kolaborasi mendorong keterbukaan pada informasi dan sumber keuangan. Kolaborasi genuine tanpa sumber keuangan akan sulit.
Keempat, berjejaring dengan organisasi lain yang memiliki concern yang sama pada intervensi tertentu. Misalnya dalam merespon krisis atau bencana kemanusiaan, maka terlibat atau melibatkan lembaga atau jaringan yang telah melakukan intervensi tersebut atau punya pengetahuan banyak tentang ini sangat dianjurkan. Tidak semua harus kita lakukan sendiri, dan tidak semua hal harus direspon oleh kita sendiri.
Kelima, digitalisasi pengetahuan penting. Meskipun ini tidak menjadi concern banyak mitra ICAN, tetapi AMAN meletakkan ini merupakan hal penting yang masih kecil dilakukan oleh CSO. Ada banyak perkemabgna pengetahuan baru, tetapi masih melekat pada aktor. Terhambatnya dokumentasi pengetahuan dan digitalisasinya akan menghambat transfer pengetahuan kepada generasi masa depan. Kurangnya digitalisasi pengetahuan akan memperlambat penyebaran pengetahuan kepada publik lebih luas.
Tantangan
Tantangan terbesar dalam melakukan sebuah transformasi atau perubahan adalah keyakinan pada diri peacebuilders itu sendiri. Saya melihat di dalam ruangan ada banyak kawan peacebuiders yang mengalami represi bertahun-tahun karena konflik berkepanjangan di negaranya. Ini menimbulkan perasaan tidak percaya dan ragu akan sebuah harapan atau potensi perubahan. Sejumlah tantangan lain adalah:
Proxy war,dimana konflik disebabkan oleh negara-negara yang memiliki kepentingan sumber daya alam atau kekuasaan tertentu, sulit mendapatkan jalan keluarnya. Misalnya negara Libya, setelah tumbangnya Khadafi, sampai sekarang tak kunjung mendapatkan kejelasan tentang pemerintahan yang sah. Perseteruan sejumlah kelompok dilandaskan pada kepentingan membuat negara ini seakan tak pernah selesai dari konflik.
Pendekatan forum global yang tidak berkontribusi pada keberlanjutan mitra lokal. Pola pendekatan masih dominan mengarah kepada pemanfaatan partner lokal untuk sumber pengetahuan, tetapi masih sedikit dukungan untuk mereka. Skenario intervensi global yang dilakukan oleh sejumlah agensi besar di dunia, masih seputar pembentukan jaringan yang bertujuan untuk membesarkan lembanya sendiri, tetapi masih sangat sedikit mendukung setiap anggota untuk bisa sustain. Bahkan tidak jarang, pengorbanan para peacebuilders tidak mendapatkan penghargaan yang layak. Semua dianggap kerja gratis.
Walk the Talk, sangat dibutuhkan dalam jejaring global. Sejumlah langkah maju tentang dokumentasi sejumlah cerita sukses para sudah dilakukan dengan baik oleh ICAN melalui Case Study, dimana kerja-kerja sejumlah partner didokumentasi dengan baik. Bagaimana membuat case study menjadi landasan untuk mendesain sebuah kolaborasi lintas negara untuk menjajalkan solusi kepada konteks yang berbeda. Misalnya peace education yang dilakukan di Pakistan kepada anak-anak muda yang telah direkrut oleh Taliban, sangat menarik sebagai pendekatan deradikalisasi oleh sekolah. Atau gerakan keulamaan perempuan di Indonesia, bekerjasama dengan sejumlah aktor gerakan sosial termasuk feminist group, betul-betul bisa direplikasi di tempat lainnya.
Membuat formula dan jembatan atas cerita sukses. Memformulasikan praktek baik bukan hal mudah, tetapi ini merupakan steps untuk melakukan langkah selanjutnya yaitu replikasi dan mentoring. Memang tidak semua orang yang masuk sampai level global memiliki basis kerja yang kuat di tingkat basis. Tetapi, ada banyak yang betul-betul bekerja di basis dan melakukan perubahan fantastis, seperti Hamsatun dari Nigeria, yang melakukan pendampingan kepada perempuan korban terorisme dan pemberdayaan pada mereka dan anak-anak muda, memiliki kekuatan perubahan yang sangat bagus. Sementara kita melihat ada banyak konteks negara mengalami ini, terutama negara-negara di Middle East. Maka ICAN bisa melakukan jembatan-jembatan untuk memulai perubahan, dengan membawa praktek baik dari negara satu ke negara lain, dengan pola kerjasama dan mentoring.
Renegerasi merupakan tantangan besar. Ada semacam stagnasi dalam gerakan perempuan perdamaian, di satu sisi dihadapkan pada sumber daya yang terbatas, sehingga dibutuhkan pengakuan internasional sebagai jembatan ke sumber-sumber dukungan keuangan. Ada kebutuhan penghargaan kepada para pioner peacebuilders yang telah mendedikasikan waktunya. Namun di sisi lain, ada kebutuhan generasi baru agar pola dan strategi gerakan menyesuaikan kebutuhan terkini. Tetapi tantangannya adalah cara generasi muda me-leading sebuah organisasi bisa bertentangan dengan budaya yang telah dibangun oleh generasi tua. Menemukan mekanisme yang tepat tentang bagaimana pergantian kepemimpinan, tetap memberikan tempat kepada generasi senior yang matang pengalaman dan kebijaksanaan. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar