Selasa, 31 Mei 2022

Reclaiming Power, Restoring Peace (ICAN Forum 2022)- part 1


Tidak seperti sejumlah network global yang banyak memfokuskan pada subtansi, International Civil Society Network (ICAN) memberikan penekanan kepada subjek yaitu para perempuan peacebuilders itu sendiri. Sehingga di semua program mereka, selalu memikirkan keberadaan, well being, dan keselamatan dari peacebuilders itu sendiri. Network berusaha untuk memenuhi kebutuhan peacebuilders. 

Mereka adalah orang-orang yang di garda depan ketika terjadi krisis, dan melakukan banyak hal untuk masyarakat. Tidak sedikit dari mereka telah merisikokan hidupnya untuk menciptakan perdamaian. Nuansa advokasi, dan kerja beyond projek sangat kuat di jaringan ini. Cocok dengan karakter lembaga AMAN. Itu makanya mengapa kami sejalan dan aktif dalam kerja-kerja global bersama dengan ICAN. 

Forum ICAN 2022 ini adalah forum tertinggi para anggota untuk bertemu. Saya absen beberapa tahun karena kesibukan di tingkat nasional yang tidak bisa ditinggalkan. Tahun ini begitu menerima undangan, saya langsung blok tanggal dan memastikan kehadiran saya tidak terhalang. Bukan saja karena komitmen AMAN, tetapi kehadiran saya membawa sejumlah  misi penting untuk sejumlah hal di AMAN. 

Berlokasi di Maldives , sebuah pecahan surga yang indah, bukan saja memberikan healing bagi pada perempuan peacebuilders berasal dari berbagai negara, tetapi juga memberikan apresiasi kepada sebuah capaian negeri ini terkait dengan rekognisi pemimpin perempuan dalam sejumlah wilayah, khususnya wilayah security. 

Kemarin di pembukaan acara, Menteri Pertahanan Maldives, Mariya Ahmed Didi, perempuan pertama dalam sejarah Maldives yang dipercaya menjadi Mentri pertahanan, membuka acara. Mrs. Didi memiliki karir panjang bekerja di isu-isu human rights dan juga memiliki komitmen untuk menjalankan agenda perempuan, perdamaian dan keamanan. Di tangannya, Resolusi 1325 dijadikan prioritas dalam agenda kementeriannya.Menurutnya , Kementerian PErtahanan Maldives juga mengeluarkan White Paper yang memfokuskan kepada perempuan dan perdamaian sebagai fokus kerja. 

Maldives juga memberikan kemudahan dalam hal visa, sehingga setiap orang dan dari negara manapun akan mendapatkan tempat yang sama di Maldives. Termasuk dari Israel atau Palestina atau negara-negara yang biasanya mendapatkan penolakan. Ini juga menjadi alasan mengapa Maldives dipilih, karena semua anggota ICAN bisa hadir. 

Kehadiran mereka sangat penting untuk melakukan update apa yang terjadi di negaranya, sekaligus memberikan mereka kesempatan untuk healing, dan mendapatkan dukungan mental dari seluruh peacebuilders yang hadir. Dalam pidato pembukaanya, pendiri dan CEO ICAN,  Sanam Naraghi Anderlini, MBE, memberikan poin higlight penting dalam pembukaan forum diantaranya adalah: 

Pertama, ICAN bekerja dengan perempuan peacebuilders agar bisa melakukan perubahan lebih luas. BUKAN bekerja untuk women peacebuilders secara eksklusif. Buktinya sejumlah laki-laki (baru) yang hadir di forum ini menjadi catatan penting bahwa upaya mencapai gender equality penting pelibatan laki-laki.

Kedua, bahwa persoalan satu negara dengan negara yang lainnya memiliki sebab dan akibat. Misalnya apa yang terjadi di Ukraini dan Rusia, membawa dampak serius di sejumlah negara karena pasokan pangan dan energi dihentikan. Bukan hanya itu, perdagangan senjata dan Proxy War , juga meninggalkan sejumlah bencana kemanusiaan yang tidak ada ujungnya. Sebut saja Lybia yang sampai sekarang tidak berhasil membangun pemerintahan yang legitimate karena perang meninggalkan perseteruan antar kelompok. Atau Afghanistan yang harus berakhir di tangan taliban, semakin membawa rakyatnya masuk dunia kegelapan. Pada akhirnya perempuan, kelompok minoritas dan anak-anak yang menjadi korban dari ini semua. 

Meskipun persoalannya global, ICAN menyakini bahwa solusi lokal sangat penting, karena diyakini akan bisa lebih sustainable. Peran komunitas internasional adalah membantu women peacebuilders untuk bisa menemukan solusi dan melakukannya bersama dengan masyarakat, khsusnya memastikan partisipasi perempuan terjadi. 

Ketiga, Agenda WPS perlu dibaca secara kontekstual dan kekinian. Selain karena masyarakat berkembang, juga karena wajah keamanan perempuan berubah dari negara ke negara. Maka membunyikan kerangka WPS sangat penting menyentuh persoalan yang sedang dihadapi saat ini. Termasuk , membunyikan WPS dalam konteks Covid 19, dimana terbukti bahwa women peacebuilders ada di garda depan. Konteks Maldives dengan potensi ancaman Climate Change, penting dibaca dalam kerangka WPS. 

Ada paralel workshop yang didesain santai, tetapi tidak menghilangkan semangat untuk berbagi. Saya menghadiri workshop terkait Risk and Security Tool , meskipun bukan hal baru, tetapi mengingatkan kembali terkait konsep dasar Risk, Thread (ancaman), Capacity dan juga Security. Dalam konteks menggunakan pendekatan apapun, apakah fokus ke human rights atau peacebuilding, pada kenyataannya risiko sebagai women peacebuilders akan dirasakan. Di workshop ini beberapa tips diajarkan untuk membaca risk yaitu: membaca konteks, memetakan aktor secara jeli, dan memetakan risiko-risiko. 

Workshop yang lain yang juga menarik adalah tentang Podcast She Talks Peace dan HerStories, yang digawangi oleh Bu Aminah Rosul dan Magda yang sudah berhasil konsisten mempublikasikan seri Podcast. Alasan saya ke workshop ini adalah  selain ingin mendengarkan cerita mereka, juga ingin berbagi tentang She Builds Peace Indonesia. Selain memiliki konten berbeda, platoform media yang digunakan juga berbeda, Forum yang cair ini sangat menginspirasi satu dengan yang lainnya. Bagi kita, memiliki media atau untuk mengamplifikasi suara perempuan, begitu mudah dan bisa dikerjakan. Tetapi bagi kawan yang berasal dari negara sedang konflik menjadi sedikit rumit karena persoalan security dan kontrol negara yang kuat kepada para aktivis yang menyebabkan kondisi tidak nyaman, dan mematikan kreatifitas. Sesi begitu cair , seperti obrolan kawan lama di sore hari. Saling memberikan dukungan positif dan mendorong agar kawan-kawan yang belum memulai media, segera membuat ruang bincang dengan basis negara masing-masing.

Saya juga diberikan waktu untuk share model talkshow youtube (silahkan dicek di channel She Builds Peace Indonesia), dimana perempuan peacebuilders akar rumput bercerita tentang perubahan di wilayahnya, atau bercerita tantangan yang dihadapi sebagai seorang peacebuilders. 

Hari yang penuh banget, juga penuh dengan energi baru, dan sejumlah ide-ide baru juga. Jadi deg degan menjemput sesi saya sendiri di tanggal 2 Juni. Misi saya adalah membawa harapan atau hope. Dengan berbagi sisi perkembangan positif Indonesia dengna PEran Ulama Perempuan dan Kerja basis AMAN, tentu tidak lupa memberikan gambaran bahwa meskipun sudah dianggap demokratis, Indonesia juga masih harus menghadapi banyak tantangan.  *** 

Jika ada pertanyaan bisa ke dwiruby@amanindonesia.org 



 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar