Mangari Maathai. Inspirasi saya hari ini dengan ketulusan dan kekuatan komitmen dia untuk mereklaim kembali tanah leluhur dengan menanam pohon. Pohon adalah rumah Tuhan, begitu para leluhur di Kenya mengajarkan pada generasi muda mereka. Karenanya menjaga rumah Tuhan adalah hal yang wajib. Terjaganya rumah Tuhan, maka terjaga kehidupan. Seiring dengan kolonnialisasi di Kenya, rumah Tuhan bergeser ke sebuah bangunan suci bernama Gereja. Orangpun kehilangan respect pada pohon. Sehingga menebang pohon-pohon tidak merasa berdosa.
Akibatnya kayu bakar untuk memasak sangat sulit dicari. Perempuan-Perempuan Kenya harus memutar otak untuk mencari cara memasak yang tidak terlalu menggunakan kayu bakar. Kesulitan kayu bakar ini mengubah cara penduduk lokal memasak. Dampak yang paling kelihatan adalah pada kondisi kesehatan anak-anak, dimana penyakit busung lapar berkembang. Perempuan Kenya harus mengambil air berkilo-kilo jaraknya, karena sungai dimana mereka mendapatkan air mengering. "Apa yang menyebabkan air hilang dan kayu bakar sulit dicari?". Banyak pohon yang hilang.
" Kalau begitu mari kita menanam pohon agar bisa mendapatkan kayu bakar kembali dan air," ujar Mangari memulai upaya advokasinya pada penduduk desa agar tergerak hatinya untuk menanam pohon. Gerakan menanam pohon ini kemudian diikuti bukan saja oleh perempuan-perempuan di Kenya, tetapi juga para laki-laki juga tergerak untuk mengikuti jejak perempuan untuk menanam pohon. Gerakan ini dikenal dengan nama Green Belt Movement.
Secara lengkap film tentang bagaimana seorang Mangari Maathai melakukan advokasi penyelamatan hutan bisa diunduh di link ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar