Suasana sunyi. gelap dan dingin mengiris. Tak ada satu orangpun berani keluar dari rumahnya, ketika Raibah dijemput oleh rombongan TNI di rumahnya di atas bukit. Tak satupun anggota keluarganya diperbolehkan menemaninya. Raibah sendiri saja.
Hari itu genap dua puluh lima hari Raibah melahirkan. Kondisinya juga masih lemas. Tidak diberitahu alasan penangkapannya, Raibah lantas digiring ke markas TNI terdekat, di kecamatan Tapak Tuan. Tidak merasa bersalah, Raibah menghadapi petinggi TNI dengan percaya diri dan penuh waspada. Setelah enam jam pemeriksaan intensif, akhirnya dia dipulangkan ke rumahnya.
Raibah, satu dari banyak perempuan akar rumput yang berjuang untuk membumikan perdamaian di desanya. Keyakinannya akan non violence action, mengajarkan kepada kita untuk yakin bahwa penyelesaian konflik dengan tanpa kekerasan akan membawa perdamaian yang lebih lestari. Cara-cara non violence yang dipraktekkan perempuan tidak ternarasikan dengan kuat di publik. Ini karena upaya-upaya perempuan dalam menjaga perdamaian dianggap bukanlah sebuah cerita heroik. Cerita-cerita tersebut banyak terkubur bersama dengan kesibukan domestik dan peran-peran reproduksinya.
Buku "Mutiara yang Terpendam: Kisah Heroik Perempuan Pelopor Perdamaian" (The Hidden Pearls: Hearoic Stories of Women Peace Builders), ini berniat mengangkat kisah tentang peran perempuan dalam upaya membangun perdamaian. Dari Tanah Aceh, pertemuan saya dengan Shadia Marhaban membuka mata saya akan perjuangan gigih beliau untuk memanusiakan kembali para kombatan beyond Aceh. Saya juga dikejutkan dengan ilmu pengorganisasian yang sangat lentur yang dilakukan oleh Suraiya Kamaruzaman, aktifis perdamaian yang pernah mendapatkan N-Peace Award. Juga, sosok Raibah dari Tapak Tuan, Aceh Selatan, yang mengunakan pendekatan 'narasi keibuan" untuk menaklukkan militer.
Masih banyak lagi cerita-cerita unik yang kawan-kawan bisa temukan di Maluku Utara tentang saya terkesan dengan kecerdikan Bardiyah yang menggunakan seni hadrah untuk mendorong rekonsiliasi terjadi. Eton pernah sukses dengan Politeknik Perdamaian, kini mengembangkan model integrated farming pasca konflik sebagia jawaban atas krisis pangan di Halmahera. Indri Yosuf, organizer community yang handal dan menyatukan kembali dua komunitas yang retak karena konflik politik Pilkada.
Di Sulteng, Romlah, terlahir sebagai negosiator ulung, membuat saya banyak belajar tentang pendekatan kultural dalam melakukan mediasi konflik. Perlawanan petani Luwuk, Zaenab dan Yorice, semakin mengukuhkan bahwa keterlibatan perempuan dalam perjuangan pembebasan tanah, bukan saja membuat beda, tapi mendorong semua petani untuk konsisten pada non violence. Dan Soraya Sultan yang menempuh perjuangan di parlemen, adalah peran yang tidak mudah bernegosiasi dengan budaya politik yang maskulin.
NTT juga menyimpan sejumlah Srikandi hebat yang tak lekang waktu memperjuangkan perdamaian. Ada Mama Etha yang mendorong kaum perempuan untuk cepat respon ketika pertikaian antar agama terjadi. Pendekatan life skill yang dilakukan Noni Rafiang, dengan membiasakan anak-anak mandi dan sikat gigi, adalah langkah kecil menuju pembangunan karakter yang kuat. Suster Brigita dan Posinda Titaley, begitu konsisten mentransformasi birokrasi dan kultural.
Secara lengkap kawan-kawan bisa mendownload buku ini di link berikut:
Buku dalam Veri Bahasa Indonesia bisa diunduh di link ini
The English version of this book can be downloaded from this link.
Selamat membaca !!!
Kritik dan saran bisa dikirimkan ke dwiruby@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar