Selasa, 21 Juni 2016

Indonesia NAP 1325: SSR dimulai dari Timur

Ada tiga masalah utama yang muncul dari konsolidasi Indonesia Timur untuk Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial (P3AKS) yaitu tidak tersistematikanya Early Warning System (EWS) dan respon cepat konflik, struktur dan operasi keamanan tidak sensitif gender, dan masih rendahnya kapasitas perempuan dalam resolusi konflik. Selain itu, isu ketidaksiapan P2TP2A dalam melakukan perlindungan korban GBV juga muncul, dan yang tak kalah pentingnya adalah akuntabilitas dan transparansi pemerintah. Workshop Konsolidasi Indonesia Timur ini diselenggarakan pada tanggal 8-10 Juni 2016 di Hotel Grand Mulia Palu. Dihadiri oleh 25 perwakilan perwakilan masyarakat sipil. Sayangnya hanya dua perwakilan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dari Propinsi Sulawesi Tengah dan Kota Palu yang mengikuti forum ini mulai awal sampai selesai secara penuh. 

Tujuan utama konsolidasi Indonesia timur adalah untuk membuat skenario besar peran CSO untuk mensinergikan dengan target pemerintah dalam membumikan RAN P3AKS. 

  1. Melakukan review terhadap dokumen-dokumen hasil konsultasi nasional terkait dengan perempuan, perdamaian dan keamanan, sebagai baseline untuk melangkah pada upaya mendefinisikan peran strategis CSO dalam pelaksanaan RAN P3AKS di nasional maupun di daerah 
  2. Menganalisis trend isu di Indonesia bagian timur, membuat prioritas isu dan indikator capaian yang terhubung langsung dengan permasalahan perempuan, perdamaian dan keamanan, dan hubungannya dengan implementasi RAN P3AKS di daerah.
  3. Merancang sebuah platform bersama untuk alat monitoring online yang realistis bisa dijalankan oleh tim CSO dan tim Pokja yang terdiri dari multi pemangku kepentingan dalam rangka pengawalan pelaksanaan RAN dan RAD P3AKS.
  4. Membuat rencana kerja dan langkah-langkah praktis untuk 6 bulan advokasi pembentukan RAD dan POKJA Daerah dengan mengupayakan sebuah proses yang terbuka dimana keterlibatan masyarakat sipil.
Untuk mencapai empat tujuan diatas forum konsolidasi Indonesia timur, format forum menekankan pada kelompok kerja dimana peserta dikelompokkan berdasarkan propinsi untuk menghasilkan beberapa dokumen penting mendukung percepatan pembentukan RAD P3AKS di tingkat propinsi. Secara ringkas proses forum dan dinamikanya dijelaskan pada bagian selanjutnya.
Ringkasan Forum dan Dinamika 
Pada hari pertama, Forum dibuka dengan update status pelaksanaan RAN P3AKS dari UN Women, yang dalam hal ini diwakili oleh Toni Almuna, dimana pelaksanaan RAN P3AKS di ditingkat nasional baru sampai sosialisasi di beberapa wilayah diantaranya adalah Aceh, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Maluku Utara, NTB, Papua, Gorontalo. Sementara NTT, Maluku dan Sulteng sosialisasi dilakukan bersaman dengan Training Mobilisasi yang didukung oleh UNDP.  Toni juga memberikan kritik terhadap subtansi RAN P3AKS yang sangat gemuk sehingga terkesan bebannya berat, olehkarenanya membuat fokus RAD sangat penting. Kritik lain pada kordinasi antara KL dan kejelasan tim pokja, kemudian juga RAD Aceh yang dianggap sangat kompleks dan terlihat akan sulit untuk dilaksanakan. 
AMAN Indonesia juga merasa penting menghubungkan antara forum konsolidasi indonesia Timur dengan dua forum penting sebelumnya. Tujuannya adalah untuk menghubungkan agenda yang pernah dibicarakan pada forum sebelumnya yang juga memiliki legitimasi yang cukup kuat dengan pelaksanaan RAN P3AKS. Review dua forum penting yang pernah terjadi di Jakarta terkait dengan perempuan perdamaian dan keamanan yaitu pertemuan nasional di hotel Borobudur pada tanggal 25-26 Agustus 2014 dan pertemuan di hotel Saripan pasifik pada tanggal 1-3 Maret 2016. Secara singkat hasil kedua forum tersebut sebagai berikut: 

Hasil ringkasan forum Saripan Pasifik 1-3 Maret 2016
Pencegahan Penanganan konflik Partisipasi dan Pemberdayaan
Data base terpilah (konflik dan potensi damai) Memastikan isu Anak Berhadapan dengan Hukum ada di RAD Reintegrasi sosial 
Kurikulum cinta damai Mempertajam indikator SPM Keterlibatan perempuan dalam negosiasi damai 
Ada unit yang mengontrol pelaksanaan Khususnya pada para penegak hukum Monitoring dan Evaluasi
Memastikan ada KPAD di semua propinsi 

Sarana Prasarana
Perluasan daerah konflik dan rawan konflik

Penguatan institusi

Forum WPS di Hotel Borobudur 15-26 Agustus 2014
Pencegahan
Perlindungan
Partisipasi
Memperkuat kepemimpinan di berbagai level
dukungan pada korban GBV
peningkatan kordinasi daerah dan nasional untuk advokasi kasus GBV
Memperkuat forum lintas agama
penegakan hukum
Gerakan perempuan perdamaian perlu sinergi nasional dan daerah 
Memperluas nilai-nilai Love for all
kebijakan pro perdamaian dan sensitif gender, pemulihan korban konflik
Penguasaan teknologi untuk efektifias kerja
Membangun jaringan kerja lintas wilayah
kebebasan berekspresi
Pembelajaran terbaik perempuan mendorong rekonsiliasi/peacebuilding sebagai baseline/refrensi



Mengapa penting melihat kedua dokumen tersebut? Pertama pekerjaan perempuan, perdamaian dan keamanan (PPK) sendiri memiliki sejarah yang cukup panjang. Banyak aktor terlibat dan telah banyak forum-forum dibuat untuk menghasilkan rekomendasi yang kuat untuk perbaikan agenda PPK. Dengan melihat kembali hasil-hasil pada forum sebelumnya kita akan memastikan semua concern isu penting dielaborasi di dalam diskusi. Kedua dokumen dijadikan bahan-bahan oleh peserta selama diskusi kelompok. 
Target hari pertama adalah eksplorasi trend isu, kemudian memetakan ke dalam tool impact-feasibility untuk menakar seberapa besar dan mungkin sebuah isu diangkat. Disinilah peserta dipaksa untuk menakar isu mana yang paling mungkin diambil dan memberikan dampak besar. Hasilnya sebagai berikut:   

Setelah itu, peserta diminta menentukan prioritas isu di setiap klaster dalam RAN P3AKS. Penentuan prioritas isu didasarkan pada hasil analisis tool impact-feasibility dengan memfokuskan pada area yang memiliki impact tinggi. Peserta diminta memilih 3 prioritas penting masalah dan menentukan solusi terbaik yang bisa dijalankan oleh pemerintah dan CSO. Berikut rangkuman hasil revisi kelompok 
Hasil kelompok NTT 
PRIORITAS MASALAH DALAM PILAR P3AKS SOLUSI PEMERINTAH 1 SOLUSI CSO 1 SOLUSI PEMERINTAH 2 SOLUSI CSO 2 SOLUSI PEMERINTAH 3 SOLUSI CSO 3
Adanya segregasi di masyarakat akibat konflik yang lalu, sekaligus sebagai potensi konflik di masa datang.  Perbaikan data pilah dan pendokumentasian/kajian dampak K.S dan segmentasi masyarkaat yang terintegritasi dan kolaboratif (lintas sektor). Menggunakan jaringan CSO untuk mendokumentasikan pendampingan sebagai salah satu sumber informasi perbaikan data di pemerintah dan melakukan kajian di wilayah dampingan yang rawan. Mensosialisasikan data dan pendokumentasian/kajian kepada lintas sektor Mensosialisasikan hasil kajian di wilayah dampingan dan menyebarkannya kejaringan CSO di seluruh NTT untuk mendapatkan feedback untuk penyempurnaan pendataan dan pendokumentasian.  Mensinergikan program kerja lintas sektor untuk memfasilitasi sinergisasi di masyarakat.  Cipta agen perdamaian dari kelompok rentan untuk kawal MUSREMBANG untuk pastikan ada program pembangunan perdamaian di tingkat kelurahan/desa.

Melakukan pemutahiran data terintegrasi tentang segrasi di masyarakat akibat konflik  Publikasi data terintegrsi CSO berbasis pendampingan untuk diintegrasikan dengan milik pemerintah  Merevisi kebijakan integrasi sosial yang ada di masyarakat paska konflik agar lebih sensitif gender melakukan sosialisasi dan pendampingan upaya reintegrasi sosial 


Penanggulangan konflik yang masih segmented dan belum sensitif kelompok rentan.  Mereview Early Warning System yang sudah ada agar sensitif terhadap kelompok rentan.  Mengawal dan mendampingi proses review agar konten pilar women peace and security ada dalam Early Warning System Mereview/membangun sistem penanggulanan konflik sosial yang sensitif terhadap perlindungan dan pemberdayaan kelompok rentan. (Pra - Saat - Pasca). Mengawal proses review/pembuatan sistem penanggulangan konflik sosial agar tetap ada pengarustamaan gender dan pilar women peace and security sehingga sensitif perlindungan dan pemberdayaan kelompok rentan. Mendorong di keluarkannya kebijakan penanggulangan konflik sosial di tingkat provinsi sehingga dapat mengakses anggaran provinsi. Melakukan advokasi kolaboratif untuk mendorong kebijakan penanggulangan konflik sosial yang sensitif terhadap kelompok rentan. 



Merevisi sistem penanggulanan konflik sosial yang sensitif terhadap perlindungan dan pemberdayaan kelompok rentan. (Pra - Saat - Pasca).



Minimnya pemberdayaan dan partisipasi kelompok rentan korban konflik /kekerasan di masyarakat dan pembangunan politik. Mereview program pemberdayaan yang ada untuk mengakomodir kelompok rentan sebagai bagian reintegrasi sosial dan peningkatan livelihoodnya. Mengawal konten review program pemerintah & mereview program pemberdayaan yang dilakukan CSO agar ada konten WPS. Mendorong partisipasi kelompok rentan di politik dan pembangunan dari tingkat desa - provinsi Mendorong partisipasi kelompok rentan di politik dan pembangunan dari tingkat desa - provinsi Membuka ruang komunikasi dan interaksi lintas komunitas Mendorong gerakan warga (kampanye) untuk perdamaian yang inklusif.




Melakukan penguatan skill resolusi konflik bagi pemimpin perempuan dan mempromosikannya dalam setiap penyelesaian konflik  Memfasilitasi dialog perempuan lintas agama dan kepercayaan untuk mempromosikan perdamaian 


Kelompok Papua
MASALAH DALAM PILAR P3AKS
SOLUSI PEMERINTAH 1
SOLUSI CSO 1
SOLUSI PEMERINTAH 2
SOLUSI CSO 2
SOLUSI PEMERINTAH 3
SOLUSI CSO 3
Pelaksanaan PERDASUS No 1 tahun 2011 tentang pemulihan hak perempuan Papua korban kekerasan dan hak asasi permepuan. Sosialisasi PERDASUS pemulihan korban. Memperkuat jaringan kerja CSO untuk pemuihan korban. Penguatan kapasitas stakeholder untuk mendorong implementasi stakeholder pada polisi, hakim, tokoh agama dan tokoh masyarakat. Penguatan kapasitas korban dan keluarga untuk akses pada keadilan. Monitoring dan evaluasi. Monitoring dan evaluasi, laporan independen.
Kapasitas individu dan organisasi P2TP2A rendah/minim dalam penanganan korban konflik. Review mengapa P2TP2A tidak maksimal. Mendorong dialog untuk peningkatan kinerja P2TP2A Reformasi struktur dan TUPOKSI P2TP2A Melakukan pelatihan paralegal lebih banyak. Sosialisasi luas tentang fungsi P2TP2A. Sosialisasi P2TP2A dan menyebarkan pamflet cara pengaduan.
Partisipasi perempuan dalam penyelesaian konflik masih minim. Pelatihan mediasi untuk permepuan, stakeholder, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan individu. Advokasi untuk mengusulkan partisipasi perempuan dalam menyelesaikan konflik. Pendataan mediator perempuan yagn siap membantu penyelesaian konflik. Melakukan pelatihan ANSOSBUD bagi perempuan.



Memfasilitasi joint-review dengan CSO tentang berbagai penyelesaian konflik di papua yang tidak banyak melibatkan perempuan  mengkompilasi data-data terkait dengan pola respon pemerintah terhadap konflik yang terjadi di Papua  Pelatihan mediasi untuk permepuan, stakeholder, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan individu. Advokasi untuk mengusulkan partisipasi perempuan dalam menyelesaikan konflik. Mendorong kebijakan resolusi konflik yang berperspektif gender untuk penyelesiaan papua  memperkuat jaringan CSO mendukung advokasi kebijakan resolusi konflik yang berperspektif gender untuk penyelesaian Papua 

Kelompok Sulteng
MASALAH DALAM PILAR P3AKS SOLUSI PEMERINTAH 1 SOLUSI CSO 1 SOLUSI PEMERINTAH 2 SOLUSI CSO 2 SOLUSI PEMERINTAH 3 SOLUSI CSO 3

EWS yang berbasis komunitas tidak terstrukturkan menjadi model 
Mereview pelaksanaan Perwali tentang EWS berbasis masyarakat sebagai bahan dasar mengembangkan di tingkat propinsi Melakukan kajian tentang model-model deteknis dini yang dikembangkan oleh masyarakat akar rumput, khususnya perempuan  Merumuskan  EWS dan Respon Cepat berbasis masyarakat dengan mempertimbangkan peran perempuan  Mengusulkan model-model EWS dan Respon cepat yang cocok untuk konteks Sulteng  Memastikan EWS dan Respon Cepat berbasis masyarakat yang sesuai dengan konteks Sulteng Mensosialisasikan dan Memonitor pelaksaanaan EWS dan Respon cepat berbasis masyarakat
 Operasi keamanan (pengakapan teroris atau konflik) tidak mempertimbangkan human security Melakukan evaluasi penanganan keamanan di wilayah rawan konflik, pasca konflik menerbitkan laporan independen berbasis data terintegrasi korban akibat operasi militer Tinombala, pelanggaran HAM/HAP/HAN,  yang tidak mempertimbangkan human/women security Penguatan kapasitas stakhoelder dalam mendorong SSR di tingkat Propinsi  Policy paper tentang operasi keamanan yang lebih berperspektif gender dan mempertimbangkan ECOSOC masyarakat  Mendorong kebijakan Polda yang lebih sensitif gender dan bertumpu pada human security Memonitor kerja-kerja sektor keamanan wajah baru untuk implementasi operasi keamanan berperspektif gender dan human security 
Tidak terintegrasikan perspektif perempuan, perdamaian dan keamanan ke dalam kebijakan penyelesaian konflik dan pemberdayaan pasca konflik ditingkat kab/kota dan aturan adat  Memfasilitasi penguatan kapasitas pemimpin perempuan dengan skill resolusi konflik Melakukan review implementasi perjanjian Malino dan menguatnya partisipasi perempuan dalam  Memastikan kebijakan pemberdayaan kelompok perempuan rentan korban konflik/terorisme  Pendampingan pemberdayaan perempuan kelompok rentan di daerah rawan konflik dan terorisme  Memperkuat kordinasi antar SKPD yang terlibat dalam pelaksanaan RAN P3AKS Memperkuat jaringan CSO perempuan perdamaian untuk memonitor pelaksanaan RAN P3AKS 

Kelompok Maluku Utara
MASALAH DALAM PILAR P3AKS
SOLUSI PEMERINTAH 1
SOLUSI CSO 1
SOLUSI PEMERINTAH 2
SOLUSI CSO 2
SOLUSI PEMERINTAH 3
SOLUSI CSO 3
Tidak adanya mekanisme pencegahan konflik di level desa (peluang UU Desa) Sosialisasi UU Desa. Pemetaan potensi desan dan nilai-nilai kearifan lokal. Memfasilitasi penyusunan perencanaan desa terkait pencegahan konflik di tingkat desa. Pendampingan penyusunan rencana desa, khususnya mekanisme penyelesaian konflik di tingkat desa  Penguatan kapasitas : kelembagaan desa, pengembangan usaha dan penanganan konflik. Pendampingan usaha-usaha pada pengembangan ekonomi masyarakat.

sosialisasi mekanisme pencegahan konflik di level desa yang bersumber pada UU Desa 




Pendampingan dan penguatan masyarakat dalam menjalankan upaya mekanisme pencegahan konflik berbasis desa 
Tidak adanya PERDA kebijakan khusus tentang P3AKS Sosialisasi tentang RAN P3AKS ditingkat daerah. Pendataan dan pendokumendasian kasus-kasus kekerasan berbasis gender dalam konflik. Memfasilitasi tim penyusunan RAD P3AKS  Pendampingan penyusunan draft RAD P3AKS Mengintegrasikan RAD dalam rencana pembangunan daerah melalui musrembang di tingkat kabupaten. Mengawal pelaksanaan RAD pada tingkat daerah monitoring.
Tidak adanya kebijakan khusus penanganan konflik yang berperspektif gender  Mereview model penagannan konflik sosial di maluku Utara  Mempublikasikan data-data pelanggaran HAM/HAP/HAN pasca konflik dan respon pemerintah  Memfasilitasi pembuatan model penganganan konflik berperspektif gender  Melakukan pendampingan dalam upaya mendoorngkan adanya mekanisme penanganan konflik sosial berperspektif gender di Malut Memastikan kebijakan dan uji coba penanganan konflik sosial berperspektif gender dan membangun sustainabilitynya  Melakukan pemantauan dan penguatan CSO dalam partisipasinya menjalankan sistem penanganan konflik sosial berperspektif gender 
Rendahnya keterlibatan perempuan dalam penyelesaian konflik sosial di pembicaraan formal. Sosialisasi tentang program pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak kepada stakeholder Data terpilah dan lengkap tentang perempuan dan anak yang memerlukan penanganan di daerah konflik. Melihatkan perempuan dalam forum-forum diskusi pengambilan keputusan secara formal.  Memastikan presentasi keterlibatan perempuan dalam musrembang dan forum-forum diskusi formal lainnya.  Memfasilitasi pembentukan jaringan perempuan perdamaian, dan peningkatan kapasitas CSO dan jaringannya.  Membuat alat (tools) monitoring dan melaksanakan.



Melihatkan perempuan dalam forum-forum diskusi pengambilan keputusan secara formal, terutama dalam penyelesaian konflik sosial Mengadokasi representasi keterlibatan perempuan dalam resolusi konflik dan segala upaya penanganan konflik sosial di Malut 

Membuat alat (tools) monitoring untuk melihat efisiensi keterlibatan perempuan dalam penyelesaian konflik 

Kelompok Maluku 
MASALAH DALAM PILAR P3AKS
SOLUSI PEMERINTAH 1
SOLUSI CSO 1
SOLUSI PEMERINTAH 2
SOLUSI CSO 2
SOLUSI PEMERINTAH 3
SOLUSI CSO 3
EWS berbasis masyarakat mandeg karena tidak ada dukungan politk Kebijakan daerah tentang pencegahan dini konflik yang berbasis komunitas Membangun jejaring bersama pemerintah untuk pencegahan konflik Mereview ide kampung multikultural untuk reintegrasi sosial yang lebih luas Dialog karya di komunitas Mengalokasikan anggaran untuk melakukan pemutakhiran data Pemutakhiran data.


Membangun jejaring bersama pemeirntah untuk memperkuat implementasi kebijakan pecegahan dini konflik berbasis komunitas  Merevisi ide kampung multikultural yang bersifat pilot project dengan kebijakan reintegrasi sosial yang lebih luas dengna mempertimbangkan merevitalisasi genuinitas multikulturalisme di Maluku  Melakukan advokasi reintegrasi sosial di Maluku dengan merevitalisasi genuinitas multikulturalisme yang sesungguhnya bukan membentuk kampung multikultural yang baru


Struktur dan operasi keamanan tidak sensitif gender Mendorong reformasi sektor keamanan Bekerjasama dalam meningkatkan kapasitas aparat keamanan Mengalokasikan anggaran militer untuk pengingkatan kapasitas aparat kemanan yang sensitif gender. Melibatkan aparat keamanan dalam dialog karya di komunitas. Penguatan kapasitas aparat keamanan dalam menjalankan tugas Monitoring kerja aparat keamanan. 

Membangun kerjasama dengan sektor keamanan di Propinsi untuk mendorongkan reformasi sektor keamanan  Membuat training penguatan kapasitas HAM, GBV kepada polisi dengan kerjasama dengan pemerintah 


Melakukan kajian perubahan struktur dan prosedur operasi sektor keamanan di Maluku dan usulan struktur dan prosedur operasi yang berperspektif gender untuk Polisi  Memperkuat data-data pentingya perubahan struktur dan prosedur operasi sektor keamanan (Polisi) dalam penanggulangan konflik sosial yang lebih berperspektif gender 
Kapasitas pengelolan konflik masih minim  Memfasilitasi pelatihan, seminar, workshop, loka karya tentang konflik bagi perempuan

Melibatkan permepuan dalam setiap perencanaan pembangunan untuk memastikan dukungan perempuan dalam pengeloaan konflik. Melakukan pendampingan bagi upaya-upaya pemberdayaan perempuan. Menaikan insentif bagi para pemimpin perempuan di komunitas (Raja, Budes, RT, RW). Membentuk Comunity Center perempuan di komunitas untuk mengadvokasi bersama hak-hak perempuan


Mendokumenasikan dan mpromosikan perempuan-perempuan negosiator yang siap dipromosikan dalam resolusi konflik 


Memberikan apresisasi pada pemimpin perempuan di komunitas yang mendorong keterlibatan perempuan dalam penyelesaian konflik sosial  Membentuk Comunity Center perempuan di komunitas untuk mengadvokasi bersama hak-hak perempuan, piloting di tiga tempat (sebutkan daerah yang dianggap rawan sekali)


Hari kedua, selain memfokuskan pada finalisasi dokumen formulasi masalah dan solusi pemerintah dan CSO, kehadiran Pak Fathnan dari Kementerian Kordinator Politik, hukum dan Keamanan (Polhukam), memberikan banyak pencerahan tentang isu seputar Security Sector Reform (SSR). Ini karena hampir semua propinsi yang kita undang dalam workshop ini yaitu Sulawesi TEngah, NTT, Maluku, Maluku Utara dan Papua memiliki concern mendalam dengan oeprasi sektor keamanan yang dirasakan banyak membuat kerugian pada perempuan. Pak Fathnan juga memberikan input terkait dengan akuntabilitas dan transparansi dalam hal informasi yang sudah seharusnya pemerintah daerah mengikuti UU yang berlaku. Saya merangkum input Pak Fathnan sebagai berikut: 
  •  Terkait dengan penempatan TNI di wilayah rawan konflik; Ada tiga macam penanganan keamanan menyesuaikan dengan status di sebuah wilayah yaitu; 1) tertib sipil yaitu sebuah keadaan yang aman-aman saja, maka PIC tertinggi yang bertanggungjawab adalah gubernur. Hampir semua wilayah di Indonesia sebenarnya saat ini dalam kondisi tertib sipil. Kecuali Poso yang masuk kategori daerah Operasi pengejaran teroris. Tetapi jika teroris tertangkap maka operasi akan dihentikan; 2) Darurat Sipil adalah komando tertinggi ada di Polisi setempat. Darurat Sipil sifatnya sementara. Penempatan militer juga biasanya berdurasi 6 bulan dan ada perpanjangan juga 6 bulan, sampai situasi membaik. BKO atau Bantuan Kordinasi Operasi di Maluku yang masih ada itu sifatnya hanya bantuan saja yang diajukan oleh polisi setempat; 3) Darurat militer adalah kondisi keamanan yang mengarah pada bahaya atau perang. Pada status ini, pimpinan tertinggi TNI akan bertanggungjawab selama 6 bulan dan memungkinkan perpanjangan sesuai dengan kebutuhan. Beberapa aturan terkait adalah Inpres No. 2 tahun 2013 tentang Penanganan gangguan dalam negeri, UU No. 32 tahun 2002 tentang Otoda
  • Konsep perbatasan sebagai beranda negara baru diterapkan oleh pemerintahan Jokowi-JK, ini akan mengubah sebuah konsep pertahanan. Tetapi sebelumnya perbatasan selalu menjadi bagian negara yang tidak terurus, sepi dari pembangunan, banyak wilayah hutan. Sehingga tentara yang diturunkan ke sana sering mengalami adaptasi yang juga bisa menimbulkan efek negatif. 
  • Keterbukaan informasi publik diatur dalam UU No. 16 tahun 2008. Ada empat jenis informasi yang harus bisa diakses oleh publik adalah; a) informasi berkala setiap bulan, b)informasi ada setiap saat, c)informasi yang harus dikecualikan artinya dirahasiakan dimana masing-masing badan publik harus mempunyai daftar, dan d) informasi serta merta adalah diminta atau tidak harus diumumkan. Contohnya terjadi gempa, makanan beracun, penyebaran. Saat ini informasi yang dibuka di publik hampir 90% dan 10% masih dianggap rahasia. Badan publik yang tidak memberikan informasi bisa diperkarakan di Komisi Informasi Publik (KIP)
  • Terkait dengan dokumen Kementerian berupa RAKKL, DIPA, PO dan sebagainya adalah bisa diakses publik. Sehingga sangat wajar jika permintaan dokumen tidak dipenuhi maka badan publik tersebut bisa diadukan atau diperkarakan ke KIP  
  • Kemudian forum dilanjutkan dengan memfinalkan dokumen table masalah dan solusi-solusi yang diusulkan dan bisa masuk ke dalam RAD.   
    Hari Ketiga dimulai dengan input dari Adriana Venny dari KOMNAS Perempuan yang memberikan penekanaan pada pentingnya RAN P3AKS juga mampu merespon kondisi emergensi seperti yang terjadi pada kasus Rohingya, Gafatar dan juga pengusiran warga yang dianggap sesat yang berpotensi adanya Internally Displaced Persons (IDPs) atau pengungsi. Dari kasus yang pernah ditangani oleh pemerintah, tampak sekali kegagakan dari semua KL dan tidak melakukan pola kordinasi yang maksimal. Sehingga terkesan penanganan di lapangan tidak tersistematis tetapi lebih pada penanganana sekenanya sesuai dengan tupoksi masing-masing KL. Padahal mandat pelaksanaan UU No. 7 tahun 2012 tentang penanganan konflik sosial harusnya bisa diperjelas pada KL. BNPB yang seharunsya menangani bencana sosial juga, saat ini hanya fokus pada penanganan pada bencana alam saja. Bahkan saat ini mengarah pada gerakan sekolah aman dimana sekolah harus memiliki insfrastruktur dan pengetahuan tentang penyelamatan bencana. Sementara untuk penaganan konflik belum banyak dipikirkan (Catatan forum Bali tentang Sekolah Ramah, Aman dan Inklusif). 
    Selanjutnya forum diarahkan oleh fasilitator untuk berlatih membuat indikator. Penentuan indikator dilakukan berkelompok sesuai dengan propinsi masing-masing. Karena waktu yang tidak panjang, maka peserta hanya diminta untuk memilih satu tujuan saja. Langkah-langkahnya pengerjaaannya sebagai berikut; 1) menentukan tujuan yaitu dengan cara mempositifkan statemen masalah; 2) membuat formulasi capaian menengah 1,2 dan 3. Ini dirangkumkan dari 3 pasang solusi yang sudah dirumuskan oleh kelompok, dimana masing-masing pemerintah dan CSO memiliki tiga buah tawaran solusi; 3) menentukan indikator dengan mengacu pada capaian menengah. indikator disini harus mengikuti kaidah
Tabel Indikator Sulteng
TUJUAN I: BERJALANNYA MEKANISME EWS BERBASIS KOMUNITAS 
SULAWESI TENGAH (RENCANA 2017-2019) 
CAPAIN MENENGAH PERTAMA
CAPAIAN MENENGAH KEDUA 
CAPAIAN MENENGAH KETIGA 

Memastikan sistem EWS berbasis komunitas dapat diimplementasikan 

Penerbitan regulasi sistem EWS berbasis komunitas 

Pelaksanaan MONEV berbasis data dan dampak. 
INDIKATOR 
INDIKATOR
INDIKATOR 
Ada sistem EWS berbasis komunitas yang diimplementasikan di 2 Kabupaten dan 1 Kota (Palu). 
Ada 1 PERGUB dan 2 PERBUB tentang sistem EWS berbasis komunitas yang mengadopsi WPS.
Ada 1 dokumen hasil MONEV berbasis data dan dampak  yang dapat dipublikasi. 
AKTIVITAS 
AKTIVITAS 
AKTIVITAS
Riset tentang sistem EWS berbasis komunitas berdasarkan kearifan lokal komunitas di wilayah rawan dan pasca konflik berbasis  WPS (Studi kasus kota Palu dan kabupaten Poso). 
Penggalian data lapangan berdasarkan pengalaman masyarakat
Penulisan/penyusunan tools sistem EWS berdasarkan hasil lapangan
Pendidikan dan pelatihan 
Koordinasi/ reguler meeting  


Seri Workshop 
Seri FGD 
Seri Lobby dan negosiasi 
Diskusi Publik 
Seminar 

Pembuatan tools MONEV berbasis data dan dampak
Meeting tim Monev multi stakeholder. 
Internalisasi alat/tools kepada Tim. 
Pelaksanaan MONEV 
Report hasil MONEV dalam bentuk blue print. 
SMART (specific, measurable, achieveable, realistic and Timebounding). Idikator juga terbagi dua yaitu kuantitatif (Ukuran, angka, persentse dan rasio) dan kualitas ( persepsi, opini dan penilaian tentang sesuatu). Contoh hasil diskusi Sulteng bisa dilihat ditable Indikator Sulteng. Hasil lengkap diskusi ada di annex.
Sesi lain yang juga dianggap cukup penting adalah membahas tentang rencana monitoring tool online yang dirasa bisa menjembatani kebuntuhan kordinasi antara CSO. Dengan menggunakan fasilitas online google doc atau microsof online, maka sebua tool yang berisi format tracking kegiatan yang dilakukan setiap CSO dibuat dan bisa diakses dalam link berikut ini. https://docs.google.com/spreadsheets/d/1201TgIHiAfeI6Ke4pMuyxouZQLf4zWNaeFu3TiY7Qxs/edit#gid=0 
Ini merupakan alat monitoirng sederhana dimana setiap CSO yang menjalankan kegiatan terkait dengan RAN P3AKS baik itu dalam proses perencanaan membuat RAD maupun pada saat nanti implementasi, semua didokumentasikan dalam file tersebut. Link yang ada akan dibagikan ke semua NGO sehingga semua orang bisa menggunakan link tersebut. Jika sebuah organisasi melakukan input informasi pada file di link tersebut, maka semua orang akan bisa mengetahui update tersebut. Dengan demikian, ini akan mempermudah memantaau setiap perkembangan dari pelaksanaan RAN P3AKS di tingakt propinsi, kab atau kota. 
Apakah metode ini juga bisa dipakai oleh kementerian lembaga? Tentu saja bisa. Jika KL yang telah bersepakat sudah mengirimkan semua dokumen rencana prioritas mereka, maka bisa dimasukkan ke dalam file perencanaan. Jika disepakati setiap update pelaksanaan kegiatan dalam link yang sama, maka kita akan mendapatkan akumulasi semua implementasi RAN P3AKS tanpa harus meminta satu per satu dokumen ke KL. KPPPA sebagai ketua harian bisa melakukan update setiap 3 bulan sekali tanpa harus report menunggu laporan masuk dari KL atau CSO. 
Langkah selanjutnya adalah menentukan langkah-langkah konkrit pasca workshop. Ini adalah sesi terakhir dimana peserta kembali mendiskusikan dengan kelompok di satu propinsinya untuk menentukan sederetan proses yang akan dilakukan menuju RAD P3AKS. Secara garis besar peserta akan melakukan tiga langkah yaitu: 1) menyempurnakan matrik program RAD dengan mengadakan pertemuan dengan kelompok yang lebih luas termasuk SKPD; 2) Melakukan sosialisasi dengan multi stakeholders agar mendapatkan dukungan politik; 3) Advokasi Biro hukum dan launching RAD 
Namun secara detil, table berikut menjelaskan langkah-langkah khusus yang diambil oleh propinsi sebagai berikut:

Agenda
Kapan dilakukan?
Siapa yang diundang?
NTT
1. Penyelesaian Logframe dan Konsolidasi Tim CSO
Juni, minggu 2-3, 2016
Mitra P3AKS NTT:
Roswitha Djaro,
Firmansyah A. Mara
CSO

2. Koordinasi dengan BP3A Prov NTT & Pemetaan lintas sektor
Juni Minggu 4 - Juli 2016
Tim CSO & BP3A Prov

3. Workshop Pembentukkan Pokja RAD P3AKS
Juli Minggu 3-Agustus 2016
Tim RAD P3AKS (CSO & BP3A)
Kesbangpol Prov NTT
Bappeda
Biro Hukum
Dinkes
BNPB
Dinas P&K Prov
TNI/Polri
Maluku (Ambon)
1. Koordinasi “ menyampaikan hasil Konsolidasi  Indonesia Timur
Juni  2016 (Minggu III) 
Pemerintah/BPPA, Biro Hukum, Bappeda,   Kaukus Perempuan Parlemen, LSM, dan Media 

Membentuk Pokja 
Juni 2016 (Minggu III) 

Pemerintah/BPPA, LSM, Media 

Sosialisasi RAN P3AKS 
Juli 2016 
TNI /POLRI 


Workshop/ Launching  RAN P3AKS 
Agustus 2016 
Pemerintah, LSM, Media, TNI/POLRI, BAPPEDA,  Kesbangpol, Perempuan, Toga, Tomas, Anak, Raja, RT, RW
Papua 
Koordinasi dengan CSO/ Individu peduli Perempuan dan perdamaian dan pembentukan tim
Minggu II Juli
CSO
Individu yang kawal atau terlibat langsung RAN 1325

Konsolidasi Perempuan dan perdamaian Pembentukan Tim pokja dan finalisasi program RAD
Minggu II Agustus
Pemerintah (BPPA, Biro Hukum, Polisi)
Stakeholder terkait

Advokasi untuk dukungan politik
Minggu IV Agustus
Biro hukum
DPRP
MRP

Launching 
Minggu IV November
Pemerintah 
Stakeholders
Masyarakat
Sulawesi Tengah
Pertemuan koordinasi Pokja RAD Sulteng untuk merampungkan draft RAD/Finalisasi
17 Juni 2016
Alumni Konsolidasi Indonesia Timur

Lobby dan negoisasi
Biro Hukum
DPRD
Polda
Bupati
Juni-Agustus
Tim

Pertemuan koordinasi oleh Tim
Menggodok RAD
Mensosialisasi RAD
Finalisasi RAD
September – Oktober 2016
Tim

Workshop Finalisasi RAD
Minggu I November 2016


Launcing RAD
Minggu IV November 2016
Menteri
Pemda
SKPD terkait
Media
NGO
Maluku Utara 




Pertemuan  konsolidasi  beberapa NGO  di propinsi Maluku Utara/Halmahera Utara
Juli
Alumni  konsolidasi dan  pimpinan beberapa  NGO propinsi

Membuat  draf  RAD 
Juli- Agustus
Tim Pokja

Loby dan negosiasi 
Agustu - 


Pertemuan  koordinasi
September
Tim Pokja

Workshop  RAD
Oktober - Nopember
Tim
Penutup
Acara konsolidasi ini diselenggarakan untuk memperkuat peran CSO dalam upaya mengawal implementasi RAN P3AKS. Beberapa hal yang penting untuk ditindaklanjuti adalah:

1. Melengkapi dokumen indikator; mengacu pada dokumen kumpulan masalah dan solusi, tim akan memformulasikan capaian (output jangka menengah) dan indikator dengna menggunakan prinsip SMART 
2. Tim CSO Indonesia timur perlu meningkatkan kapasitas terkait dengan isu Security Sector Reform (SSR) untuk mempertajam indikator yang masuk akal 
3. Komunikasi untuk memperkuat konsolidasi dilakukan via WA group dan milis email dimana semua anggota CSO yang bergerak diisu perempuan perdamaian dan keamanan bisa memonitor dan berbagi terkait dengan capaian masing-masing pihak. 

Demikian laporan ini dibuat semoga dijadikan bahan-bahan untuk mendorong terjadinya RAD P3AKS di tingkat propinsi. 

Jika ada hal-hal yang ingin disampaikan bisa menghubungi dwiruby@amanindonesia.org 

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar