Hillary Clinton dalam pidatonya di pembukaan NAP Academy pada tanggal 3 Desember 2014 menekankan perlunya menggeser perbincangan Resolusi PBB 1325 lebih ke arah “doing” bukan “talking”. Ini karena sejak dikeluarkan resolusi pada tahun 2000, hanya 48 negara yang telah menurunkan dalam bentuk rencana aksi nasional, termasuk Indonesia. Di hadapan 400 audiens, Hillary juga mengundang Menteri Pertahanan Norwegia, Ine Marie Eriksen Søreide, sebagai wujud komitmen global pada pembaharuan pendekatan operasi militer yang lebih ramah terhadap perempuan dan anak, karena pasca perang dunia ke 2 korban perang lebih banyak masyarakat sipil, khususnya perempuan dan anak-anak.
Ibu Ine menegaskan bahwa mengintegrasi gender dan perdamaian dalam operasi militer akan memperbaiki pendekatan militer dalam melakukan operasi peacekeeping dan menguak tabir penghalang suara perempuan sehingga mereka akan lebih terdengar.
Dihadiri oleh 50 delegasi pemerintah dan masyarakat sipil dari Belanda, Norwegia, Bosnia and Herzegofina, Ghana, Afghanistan, Jepang, Indonesia, Amerika, dan Kanada, yang berstatus sebagai tim pembuat Rencana Aksi Nasional (RAN) 1325, Inclusive Security dan Georgetown University, mengajak peserta untuk mereview kembali status RAN 1325 negara masing-masing dengan menggunakan indikator “high-impact” yaitu komitmen politik (political will and vision), inklusivitas, monitoring dan evaluasi, dan pembiayaan. Dengan menerapkan prinsip-prinsip kerahasiaan, komparasi bukan kompetisi, tidak menghakimi, peserta secara terbuka melakukan penilaian pada setiap tahap pelaksanaan RAN 1325. Tak terkecuali untuk negara yang sedang mempersiapkan pelaksanaan RAN 1325 seperti Afghanistan, Jepan, Ghana dan Indonesia.
Dari refleksi 10 negara yang diundang dalam NAP Academy ini, beberapa isu kritis terkait dengan “Boleh” dan “Tidak Boleh” dilakukan dalam pelaksanaan NAP, Review RAN 1325 , asesmen tiap negara terkait dengan status RAN.
BOLEH DAN JANGAN
Political will
Pemerintah adalah penanggungjawab utama pelaksanaan resolusi 1325 di tingkat nasional. Olehkarenanya mendapatkan komitmen sebanyak-banyaknya dari kementerian lembaga sangat penting. Beberapa saran yang penting untuk dijalankan adalah pertama mendapatkan komitmen kuat dari Presiden yang akan mendorong terbentuknya tim pelaksana harian untuk RAN 1325. Kementerian Luar Negeri di Belanda, Canada, Norwegia, Ghana, Jepang, Afghanistan menjadi leading sektor yang bertanggungjawab penuh pada pelaksanaan RAN 1325. Tidak seperti Indonesia yang menempatkan leading sektor pada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, yang didukung oleh 17 kementerian dibawah Kementerian Kordinator Kesejahteraan Rakyat (sekarang Kementerian SDM dan Budaya). Legalitas dari Presiden akan mengikat Pemerintah lokal untuk juga tunduk melaksanakan RAN 1325.
Kedua, Badan Pelaksana RAN 1325 memiliki tugas dan fungsi yang jelas dalam mencapai target yang ditentukan. Agenda Perempuan, Perdamaian dan Keamanan meliputi segala upaya untuk mencegah konflik terjadi, melindungi korban konflik, memastikan inklusivitas perempuan dalam negosiasi perdamaian, dan merespon kondisi krisis. Secara mendasar ini membutuhkan tanggungjawab kementerian terkait. Termasuk memperjelas peran masyarakat sipil, lembaga riset, dalam berkontribusi untuk mensukseskan RAN ini. Olehkarenanya ownership kementerian sudah harus dibangun sejak dalam drafting RAN, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Disamping itu lingkungan yang kondusif terjadinya kordinasi dan konsolidasi diantara pemerintah, masyarakat sipil, lembaga riset, parlemen dan kordinasi antar sektor untuk bisa melihat impact dari angle yang berbeda. Sebuah Kelompok Kerja teknis penting dibuat agar kerja-kerja dalam RAN bisa diturunkan sampai pada tingkat daerah.
Ketiga, Integrasi dengan agenda nasional dan internasional. Tidak jarang bahwa Resolusi 1325 mendapatkan resistensi yang kuat oleh pemerintah. Agenda baru adalah beban baru. Persepsi ini harus dihilangkan sehingga penting secara cerdik menyiasasi 1325 dengan mengintegrasikan ke dalam framework atau agenda nasional yang telah eksis, jika memang mendukung secara substansi dan stategi. Kita juga harus berpikir lebih luas untuk mengintegrasikan agenda 1325 dengan kerangka hukum, agenda Pemilu, program partai, juga dimungkinkan. Begitu pula untuk mengikat komitmen global, agenda perempuan, perdamaian dan keamanan tidak bisa diadvokasi sendiri, ia harus diintegrasikan ke dalam instrumen HAM internasional lainnya, framework pembangunan dan berbagai forum strategis yang bisa bersinggunggan dengan 1325
Keempat, membangun critical mass untuk mempressure komitmen politik agar tidak hanya sekedar statement, tapi aksi praktis dengan melibatkan masyarakat sipil secara lebih substantif. Media juga memainkan peran penting dalam mendukung munculnya critical mass arena supply informasi yang akurat dan terupdate memperkuat argumentasi mengapa pemerintah penting secara serious dalam pelaksanaan 1325.
Inklusivitas
Yang dimaksud disini adalah keterbukaan dan pola kordinasi yang terbuka dan setara diantara kementerian, dengan masyarakat sipil mulai dari proses development sampai pada review hasil. Yang perlu dilakukan untuk mendukung inklusivitas dalam pelaksanaan RAN 1325, yaitu; Pertama, membangun kemitraan setara, artinya posisi masyarakat sipil harus disesuaikan dengan kebutuhan konteks lokal. Keterbukaan dalam menyusun “siapa” melakukan “apa” akan memudahkan pembagian resources dan konsekuensi kerja. Secara sederhana instrument seperti MoU sangat membantu secara formal mendudukkan peran masing-masing aktor. Kepolisian dan militer menjadi partner penting dalam agenda 1325, agar operasi militer bisa lebih sensitif gender dan menggunakan pendekatan perdamaian.
Kedua, institutionalisasi kordinasi, bisa berbentuk komite nasional, working group NGO, working group pemerintah, atau sebuah working group yang terdiri dari campuran NGO dan pemerintah. Model diserahkan pada kebutuhan lokal, yang paling penting adalah kejelasan pola kordinasi. Untuk memperkuat institusi kordinasi, perlu lakukan capacity building terhadap personel yang masuk dalam institusi kordinasi yang direncakan akan menjadi tim operational RAN.
Ketiga, keterbukaan informasi. Update terkait dengan implementasi RAN 1325 sudah seharusnya bisa diakses melalui website, data base dan media sosial lainnya sebagai bagian dari komitmen negara untuk mendukung open goverment partnership. Keterbukaan antara negara yang menjadi target pembentukan RAN 1325 dengan negara induk haruslah ada. Keterbukaan harus bisa menepis isu-isu miring yang mengasosiasikan RAN 1325 dengan anti budaya, anti agama dan cederung kebarat-baratan.
Keempat, keterbukaan alokasi dana dari berbagai kementerian yang berkomitmen harus ada. Ini untuk menyiasati sejak awal agar setiap kegiatan mendapatkan bantuan dana yang cukup. Management resource tidak harus satu pintu, tetapi update informasi terhadap berapa dana yang terlah teralokasikan sudah seharusnya transparant.
Monitoring dan Evaluasi
Hal kunci yang harus diperhatikan adalah membuat baseline data untuk mempermudah justifikasi impact, membuat indikator tidak terlalu banyak, jelas dan realistis baik secara kuantitatif dan kualitatif, dokumentasi cerita sukses dan tidak sukses dari lapangan, dan fleksibilitas yang bisa mengakomodasi kebutuhan lokal, terutama yang berkenaan dengan spesifik isu. Perlu dilakukan review setiap minimal 2 tahun sekali untuk memastikan pelaksanaan masih dalam jalur yang diharapkan atau justru perlunya adanya modifikasi karena ada dinamika lapangan yang dipicu oleh fenomena alam, dinamika ekonomi global, situasi sosial politik karena Pemilu dsb.
Pembiayaan
Tidak ada yang lebih kuat sebuah komitmen politik tanpa ada komitmen budget. Artinya komtimen politik di kementerian lembaga haruslah diikat dengan budget yang telah siap dialokasikan. selain tidak menggantungkan pada sumber dari luar negeri, karena tidak bisa sustainable. sementara jika diikat dengan budget negara, maka kemugnkinan alokasi jangka panjang sesuai dengan rencana nasional akan memungkinkan dijalankan.
Budget yang dianggarkan oleh pemerintah juga seharusnya bisa diakses oleh masyarakat sipil, agar bisa menjalankan peran yang kontributif untuk mensukseskan RAN. Budget untuk Review juga harus dialokasikan dalam alokasi budget untuk melihat impact dan juga melihat seberapa banyak dukungan keuangan telah dialokasikan.
REVIEW RAN 1325, DIMANA KITA?
Terlalu banyak indikator, tidak fokus, dan tidak ada alokasi budget khusus adalah pembelajaran tidak baik dari implementasi RAN 1325 di Belanda, Canada dan Bosnia. Ini karena pada pembentukan awal RAN 1325, tidak menggunakan baseline data dan melihat fokus lokal, tetapi lebih banyak melakukan mapping aktor seperti yang dilakukan oleh Belanda, membuat program yang luas dan banyak indikator seperti Cananda dan Bosnia.
Beberapa catatan penting yang didapatkan dari Review RAN 1325 dari negara peserta NAP Academy sebagai berikut:
- Political will: kurangnya komitmen sektor yang leading, tanggungjawab dan fungi tap kementerian, capacity building, harms ada komitmen top leader, meandering until fokus pada aksi, memperkuat komitmen international lainnya dengan 1325, bekerja dungeon partner lokal, training localising RAN 1325, bisa dipakai untuk melihat isu gender dari berbagai elemen, pelaku kunci dari militer dan kepolisian kurang, NAP yang kedua sudah harus mengaddress orang kunci dari militer, harmonisasi peraturan yang terkait gender,
- Inclusion: perluas komunikasi antar stakeholders, interaksi dengan CSO diperkuat, memperluas outreach lembaga berbeda, memakai advisor gender untuk amandemen, diskusi terbuka tentang hasil Review di nasional dan internasional, ketersediaan dan keterbukaan data dan informasi, keterbukaan pembelajaran yang baik dan buruk pada publik, pendidikan publik terkait dengan 1325, aplikasi teknologi untuk memudah public awareness,
- Monitoring and evaluation: Baseline data lemah, indikator terlalu banyak, terlalu luas, tidak fokus, tidak konkrit, mengelolah pengetahuan dari pelaksanaan, informasikan policy maker tentang hasil dari REview, munculkan ide bagus harusl rekomendasi review, diagnosa bagian yang penting diperbaiki, laporkan proses bukan hanya hasil, identifikasi best practices dan bad practices, CSO monitoring-laporan independent, Review harus memiliki scope, akuntabiltias dari UN dan pemerintah nasional, evaluasi independent perlu dilakukan agar lebih objektif, jika hasil buruk maka pemerintah tidak melaporkan ke publik, data perlu terupdate secara terus menerus, fokus outcome tidak hanya check list kegiatan yang telah selesai
- Resourcing: tidak ada budget yang dialokasikan khusus untuk RAN 1325, tidak ada budget until review, pencairan dana telat / tertunda. akuntabilitas pengunaan budget,
RAN 1325 Indonesia
Jika dilihat dari empat komponen mengukur impact RAN, maka posisi Indonesia sebagai berikut; kekuatannya ada pada detil format matrix karena sudah dibagi berdasarkan tahun implementasi, komitmen politik presiden dan 17 kementerian dan komitmen budget dari KPPPA/ perlu ditegaskan komitmen budget dari 16 kementerian lainnya, proses perencanaan yang inklusif, keterbukaan data statistik dan kualitatif di BPS/kementerian,
Yang perlu segera diperbaiki adalah (1) memperjelas indikator agar realistis dan terukur, (2) membuat alat monitoring, (3) memperjelas Pokja RAN 1325 baik di nasional maupun di lokal agar lebih detil dengan nama karena terkait dengan monitoring, perlu mencantumkan review pada planning, (4) Membuat MoU dengan stakeholders yang akan menjalankan RAN 1325 agar kewajiban dan hak dipertegas sehingga pelaksanaan menjadi lebih jelas.
FOLLOW UP
- Indikator RAN 1325 harus direvisi lebih jelas dan realistis sampai pada akhir 2015
- Membuat alat monitoring , evaluasi, review pelaksanaan RAN 1325
- Memperjelas
- Membuat MoU dengan kementerian dan Masyaraakt Sipil terkait pelaksanaan RAN di tingkat nasional dan lokal
- Menguatkan coalition building di antara masyarakat sipil agar secara aktif terlibat dalam implementasi dan evaluasi RAN 1325
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar