Minggu, 16 Februari 2014

Conflict Prevention, Post-conflict Peacebuilding and the Promotion of Durable Peace, Rule of Law and Governance (2)

Mrs. Mary Robinson, Chair of the Board of Trustees, The Mary Robinson Foundation membuka ceramahnya dengan pencegahan konflik dengan konsep pengurangan risiko pada Open Working Group ke 8 tentang Sustainable Development Goals di New York pada tanggal 3-7 Februari 2014. Pengurangan risiko yang dimaksudkan oleh Mary adalah penghargaan pada kebebasan berekspresi, keamanan dan perdamaian. Dan ini harus juga mempertimbangkan konteks bencana, dimana hampir di semua negara yang mengalami konfli kekerasan memiliki juga mengalami bencana alam. 

Mary menekankan bahwa isu konflik bukan hanya miliknya negara-negara yang dianggap rawan, tetapi harus menjadi isu global dimana di middle income country bukan lagi konflik militer, tetapi konflik sipil karena persoalan pemilu, bencana, kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan, konflik bukan struktur termasuk manipulasi gender. Olehkarenaya Perdamaian dan Keamanan inklusif menjadi core dari agenda pasca 2015, yaitu menegakkan rule of law, menghormati hukum, membuat panduan hukun, membangun masyarakat sipil, implementasi rule of law, menjadikan hukum sebagai upaya sustainability dan memastikan penghentian kekerasan.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan pentingnya konsep risk reduction adalah tingginya budget yang dikeluarkan untuk revocery pada situasi konflik, misalnya 11.4 juta dollar untuk revocery Bolivia. Padahal kalau konsep risk reduction di isu konflik bisa diterapkan maka tentu investment bisa dilakukan bukan untuk recovery tapi untuk peningkatan kapasitas masyarakat dan negara. 

Mr. Cassam Uteem, former President of Mauritius mempromosikan konsep “shared society” bukan inclusive society. Konsep ini mencakup yaitu (1) Pelayanan dan program dilakukan dengan mengunakan masyarakat sebagai basis pertimbangan, (2) kapasitas untuk berpartisipasi harus dibagi di masyarakat karena bagian penting dari peacebuilding (3) penguatan inter groups relations (4) ada sebuah institusi efektif yang beroperasi di nasional dan international , termasuk memastikan bahwa migrant harus diikutkan. Ditambah dengan data tersegregasi pada setiap kelompok akan membuat kerja pemerintah lebih efektif.

Response dari audience:
  • Columbia: Bagaimana membuat framework SDGs functional dengan mempertimbangkan isu perdamaian dan aspek apa saja yang perlu dibawa di dalam SDGs? 
  • Lebanon: Bagaimana melihat konflik dalam situasi normal, dan bagaimana membahas ini dalam SDGs?
  • India:konflik dan kekerasa itu bukti kuat. Kalau Mary bicara MDGs gagal membunyikan knflik , ini karena memang dibatasi. Akar dari konflik salah satunya adalah kemiskinan, sehingga perlu dipertajam apa sebenarnya pemicunya dan bagaimana menjadikan ini agenda universal? 
  • Uganda: peace and conflict is sensitive issue. Keduanya sebagai pendukung pembangunan. Tapi pasti akan sulit jika harus jadi gol tersendiri. 
  • Tanzania: Apa yang dibicarakan oleh Mary dan apa yang terjadi di Afrika sangat jauh. Di sana peredaran senjata luas dan siapa yang bertanggungjawab. Jika tidak ada senjata mungkn tidak berkembang konflik. 
Merespon beberapa pertanyaan dari negara-negara yang hadir, Mary menekankan kembali kondisi krusial dunia sehingga perdamaian sendiri adalah hal krusial. Di Syria, masyarakat menunjukkan keputusasaan dan malnutrisi. Penting untuk membuat gol tersendiri dan sekaligus mainstreaming di semua gol SDGs. Negara akan lebih mudah pulih jika pembangunan mengenali konflik kekeraan sebagai faktor yang bisa merusak capaian pembangunan.*** 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar