Selasa, 28 April 2015

Learning Mediation (2)

Mediasi tidak berorientasi pada kompromi tetapi kolaborasi. Mengapa? Pertama, karena mediasi secara proses harus memberikan kesempatan pada kedua belah pihak untuk bisa mengenali kemampuan masing-masing untuk memikirkan masa depan. Dengan mengangkat dan mengeksplorasi posibility untuk menggunakan kekuatan, akan memberikan daya maksimal komunitas karena kekuatan terbaik akan dipakai untuk pembangunan. KEdua, kompromi bukan pilhan terbaik dalam mediasi karena pada kompromi, jelas kedua belah pihak akan banyak kehilangan interest mereka. Karena yang dituntut adalah sebuah kesepakatan untuh dari keduanya. Sehingga dengan demikian kekuatan yang bisa dipakai hanya 50% bahkan kurang dari yang ada.


Salah satu syarat penting dalam mediasi adalah posisi power yang balance. Tanpa ini, mediasi tidak akan bisa dijalankan. Mediasi tidak membutuhkan forgiveness atau rekonsiliasi. Jika, itu terjadi sebelum proses mediasi maka ini akan menjadi kekuatan yang lebih baik. Terkait dengan forgiveness, ada dua pandangan yang berkembang dimana pendekatan berbasis agama biasanya mensyaratkan forgiveness sebelum melangkah pada sebuah proses rekonsiliasi. Tetapi dalam kaca mata MBB, forgiveness tidak dibutuhkan karena tidak semua orang bisa dengan mudah memaafkan. Jika memang seseorang tersebut tidak bisa memaafkan bukan berarti proses penyelesaian konflik selesai. 
Mediasi tidak mengharuskan adanya rekonsiliasi. Maksudnya adalah selama power kedua belah pihak sudah sama, maka bisa dijalankan. Rekonsiliasi bisa terjadi setelah dialog dimulai. Justice juga bukanlah prasarat terjadinya mediasi. Tetapi jika dalam proses sebuah mediasi terjadi justice itu semua biarlah terjadi dalam proses saja. Karena bisa jadi makna keadilan bagi setiap komunitas berbeda. Keputusan komunitas yang berkonflik untuk menentukan keadilan dijadikan kekuatan. HAM tidak selalu dijadikan alat ukur. 

Mediasi secara bebas bisa didefinisikan sebagai proses penyelesaian masalah yang secara volunteer dipilih oleh kelompok yang bertikai, dengan menghadirkan orang ketiga, untuk mendapatkan kesepakatan. Tidak seperti arbitrasi, maka mediasi tidak menentukan kesimpulan jenis konflik ataupun solusinya, tetapi mengarahkan semua pihak untuk bertanggungjawab untuk mencari jalan keluar dari konflik yang ada. Mediasi juga mendorong semua pihak untuk memperbaiki relasi antar individu dan kelompok. 

Mengapa Mediasi? Beberapa keuntungan dalam mediasi adalah (1) proses dikontrol oleh kedua belah pihak yang berselisih (2) kesempatan besar untuk mendapatkan hasil yang lebih baik (3) efektif (4) lebih mendekati kepuasan dibandingkan dengan proses arbitrase dimana solusi ditentukan oleh hakim (5) menghemat waktu, bisa dilakukan beberapa kali disesuaikan dengan kebutuhan (6) meningkatkan relasi yang baik pada kedua belah pihak (7) mengurangi stress dan kerusakan pada aktifitas yang sedang berjalan (8) memperkuat skill dan relasi antar pihak yang bertengkar, serta memberikan alternatif penyelesaian masalah yang lebih membangun dari dalam. 

Prinsip-prinsip dalam mediasi; (1) proses dipilih oleh kedua belah pihak yang bertikai, termasuk memilih mediator (2) bersikap netral. Artinya tidak mengambil posisi di salah satu pihak. Bagi aktifis HAM atau akifis perempuan, ini sangat sulit. Karena positioning selalu harus ada. Netral disini adalah membuka ruang klarifikasi sebesar mungkin sehigga kedua belah pihak memahami apa yang secara eksplisit dan implisit disampaikan dalam bentuk narasi yang jelas dan tidak menimbulkan tafsir lain. Olehkarenanya peran mediator memfasilitasi dialog kedua belah pihak sangat penting. (3) Mediasi bisa dilakukan dengan menghadirkan orang kunci yang bisa mengambil keputusan. Sistem representasi berlaku dengan baik disini. Karena penting untuk mengambil keputusan, maka diharapkan setiap pihak telah menyiapkan bahan-bahan yang cukup untuk mendukung argumentasi masing-masing. Dokumen-dokumen terkait dengan kebijakan, keputusan tertentu, kesepakatan, dan sebagainya perlu disiapkan dalam mediasi. (4) Mediator bisa membuka conversation alternatif untuk memecah kebuntuan selama diskusi. Bukan sebuah penawaran solusi. 

Beberapa elemen penting dalam mediasi yaitu (1) confidentiality atau kerahasiaan dimana semua pihak harus bersepakat untuk menjaga narasi yang keluar selama melakukan mediasi. (2) volunterarly, dimana tidak ada paksaan dalam mediasi. Kedua belah pihak harus bersepakat dalam menyepakati proses mediasi sebagai pilihan penyelesaian konflik. (3) partisipasi yaitu proses harus diikuti secara imbang oleh kedua belah pihak yang berkonflik. Perimbangan jumlah peserta yang hadir dalam mediasi juga harus seimbang. (4) menciptakan sebuah kondisi dimana kedua belah pihak bersedia berkomunikasi (5) memperlakukan persoalan yang ada sebagai masalah baru, dimana klarifikasi detail diperlukan untuk menghindari tafsir.        
                 
Beberapa trik mediasi yang bisa dikembangkan;
1) Bisa berupa forum training dimana kedua belah pihak hadir untuk membangun komunikasi. Proses training berjalan seperti biasa dimana kapasitas pengetahuan dan skill terkait dengan komunikasi, presentasi tetap berjalan,tetapi ada ruang untuk komunikasi
Siapa yang bisa diundang? Mediasi memang difokuskan pada pihak yang bertikai, tetapi tidak menutup kemungkinan menghadirkan orang biasa di luar kelompok yang bertikai. Sehingga bisa mendengarkan opini lain. 

2) Tidak mengambil posisi. Meskipun mediasi tidak bisa berpihak pada salah satu pihak karena netralitas dibutuhkan, tetapi mediator bisa saja mengarahkan pada pembicaraan pada membuka ruang bicara opsi berbeda. Cara yang bisa dipakai adalah meminta klarifikasi dari pihak-pihak dalam mediasi sehingga pemahaman terbangun dengan baik, dan alternatif solusi juga bisa dibuka.
Saran sebaiknya diberikan kalau diminta oleh pihak yang bertikai dan disampaikan di dalam ruangan. Karena jika di luar ruangan akan sangat berisiko memunculkan distrust. Contoh Mary di Balfesh terpaksa harus merangkul dan menyalami semua orang yang ada di ruangan, ketika salah satu pihak, pimpinan armed group merangkul dan menjabat tangannya erat dan bilang “She is mine?”. Tindakan seperti ini sangat mungkin terjadi, sehignga sebagai mediator kita harus bisa menentralisir dan menjaga kesamaan perasaan netralitas seorang mediator. 

3) Jika tidak bisa netral, maka lebih baik tidak mengambil posisi mediasi 
Mediator dari komunitas yang berkonflik bisa terjadi. Selama semua prinsip-prinsip dipenuhi dijalankan. 

4) Caucus mediation yaitu mediasi yang tidak diwakili langsung oleh representasi kelompok yang bertikai secara langsung. Jadi, mediator tidak menghadirkan langsung face to face kedua pihak yang bertikai 

5) Beberapa isu yang dianggap bisa diselesaikan diluar forum mediasi maka sebaiknya diselesaikan secara baik. Sehingga pada saat mediasi adalah hanya memfokuskan pada pembicaraan isu-isu yang krusial dan gak bisa didapatkan solusinya dengan cara penylelesaian lain.
***



Tidak ada komentar:

Posting Komentar