Kamis, 08 Februari 2018

Integration PVE into WPS in Indonesia

Hai Perempuan Indonesia 
Yang santun, ayu, bersahaja 
Jangan takut menjadi hebat 
dan jangan takut memimpin 

Hai perempuan Indonesia 
Yang beriman dan berbangsa 
Damai membawa Perdamaian 
untuk agama dan bangsa

Cerdas dan tangguh tapi peka rasa 
Pendidik yang bijaksana 
Tetap berbakti meskipun bersinar 
itulah cahayanya 

Aku Bangga jadi perempuan 
Aku Bangga jadi Indonesia 

(Mars Perempuan Perdamaian)

Bangga...optimis... bergairah... dan haru...melumat "dingin hati" ku. Kutebar pandanganku menyapu semua wajah perempuan-perempuan perdamaian saat menyanyikan  Mars Perempuan Perdamaian di penghujung Workshop Integrasi PVE ke dalam WPS yang diselenggarakan di Hotel Mandarin 31 Januari sampai 1 Februari 2018, kerjasama AMAN Indonesia dengan UN Women.


Binar mata menelan pesimisme. Raut muka tegas siap menghadang ketidakmungkinan. Hentak suara meluruhkan kemustahilan. Begitu sampai pada bait terakhir...Aku Bangga Jadi Perempuan. Aku Bangga Jadi Indonesia. Seketika itu kurasakan energi murni merambat dari perut ke kepala, memberikan kehangatan dan optimisme baru melanjutkan "unfinished bussiness" RAN P3AKS.

Sejak terlibat menjadi bagian dari tim drafter RAN P3AKS pada tahun 2011, AMAN Indonesia telah menorehkan komitmen untuk membumikan kebijakan nasional satu-satunya dalam hal perempuan, perdamaian dan keamanan (WPS) di daerah. Tidak saja menjadi bagian tim nasional untuk mendampingi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) melakukan road show di daerah untuk mendorong pembentukan RAD P3AKS, AMAN Indonesia juga memfasilitasi perumusan subtansi RAD P3AKS agar fokus dalam menentukan isu kunci WPS di daerah, strategis dalam menentukan tujuan dan arah intervensi, serta realistis dalam membangun tahapan aksinya.

Perlu keterlibatan aktif aktor-aktor di daerah untuk membangun kaki-kaki yang kuat RAN P3AKS. Tidak ada jalan lain kecuali kolaborasi. Salah satu kunci kesuksesan RAN P3AKS adalah kolaborasi yang setara antar semua pemangku kepentingan di nasional. Semangat inilah yang ingin AMAN Indonesia tularkan ke daerah. Dimulai menyisir dari Wilayah Timur Indonesia, pada tanggal Juni 2018, AMAN Indonesia memfasilitasi konsolidasi Indonesia Timur dengan menghadirkan perwakilan pemerintah dan perempuan pekerja perdamaian untuk membuat draft kasar subtansi program RAD P3AKS di Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara dan Papua. Berkat kegigihan dan kerjasama yang baik Dinas PPPA dan LSM dalam mengadvokasi pengesahan RAD P3AKS, Kini, dua RAD P3AKS (Sulteng dan Ambon) telah siap untuk di-landing-kan dalam bentuk kerja-kerja nyata.

Dalam proses inilah keterbukaan semua pihak sangat diperlukan. Keterbukaan untuk bekerjasama. Keterbukaan untuk memahami susbtansi isu. Saya bangga menjadi saksi dari sebuah proses terbuka tanpa curiga baik saat merumuskan draft maupun implementasi RAN P3AKS. Ini yang membuat baik CSO yang bergerak pada isu perempuan, perdamaian dan keamanan dan pemerintah terkait dibawah komando Kemenko PMK, sekarang diterlibat juga Mendagri, sejak integrasi Pokja P3AKS ke dalam Sistem Penanganan Konflik Sosial yang lebih besar, yaitu Tim Terpadu (TimDu).

Memotret PVE dengan Lensa WPS 

Dalam pembukaan workshop, Deputi Perlindungan HAM Perempuan dan Anak, Prof. Venetia Danes, menekankan bahwa akan ada perluasan daerah prioritas dari 10 ke 15 wilayah yang dianggap memiliki irisan potensi konflik dan ekstrimisme.

Kalau tidak ada Global Study tentang implementasi Resolusi 1325, mungkin sulit membayangkan koneksi antara Preventing Violent Extremism (PVE) dengan agenda perempuan, perdamaian dan keamanan (biasa disingkat WPS).  Radhika Coomaraswamy dalam Study Global tersebut menemukan adanya peningkatan radikalisasi dan ekstrimisme di wilayah konflik dan pasca konflik yang berdampak pada memburuknya Gender-Based Violence (GBV). Ini yang membuat PBB harus mengeluarkan Resolusi 2242 pada saat perayaan 15 tahun implementasi Resolusi 1325 Oktober 2015. Salah satu yang ditekankan dalam resolusi ini adalah pentingnya mengintegrasikan PVE ke dalam WPS, untuk memperkecil terjadinya GBV dan mencegah rekrutmen yang lebih besar pada perempuan oleh kelompok ekstrimisme.

Dorongan integrasi kesetaraan gender juga terlihat secara eksplisit di Plan of Action (PoA) PBB dimana satu dari tujuh pilar adalah kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, yang diharapkan menjadi rujukan oleh state members PBB, termasuk Indonesia.

Dengan dasar inilah AMAN Indonesia mendorong upaya integrasi PVE ke dalam agenda Women Peace and Security (WPS). Yang menjadi sasaran utama adalah Rencana Aksi Daerah P3AKS yang sedang dalam proses perumusan. Disisi lain, pada ada saat ini sedang berlangsung sebuah proses besar untuk merumuskan RAN PE yang dipimpin oleh BNPT. Dengan keberadaan resolusi 2242, maka penting bagi kita melihat sejauhmana integrasi PVE ke dalam agenda WPS bisa dijalankan. Kedua, memastikan bahwa gender maintreaming benar-benar diterapkan dalam perencanaan ini.

Ada dua agenda penting dalam workshop Integrasi PVE ke dalam RAD P3AKS yaitu mereview kembali substansi dari RAD atau mematangkan subtansi RAD bagi propinsi yang belum pernah menggodok subtansi RAD. Kedua adalah menentukan elemen kunci RAD mana yang memungkinkan diintegrasikan dengan upaya pencegahan ekstrimisme. Dari diskusi 2 hari ini, ditemukanlah beberapa elemen kunci yang bisa disandingkan yaitu:

1. Pencegahan: pada pembangunan Early Warning System (EWS), dimana diharapkan sebuah komunitas atau kabupaten/kota memiliki model EWS yang sesuai dengan kebutuhan lokal. Biasanya ada tiga hal penting dalam EWS: a) Tim pelaksana EWS yang terdiri dari multi aktors termasuk masyarakt sipil; 2) memiliki sistem, mekanisme dan SOP deteksi dini; 3) Emergency Response (jika konflik terjadi); 4) fasilitas yang tersedia.

Maka elemen PVE bisa diintegrasikan pada bagian EWS dengan membuat indikator simptom dini radikalisasi, dan penambahan pada SOP emergency response jika aksi teror terjadi di tingkat kabupaten, apa yang harus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat.

2. Penanganan: Pada bagian ini, workshop melihat bahwa perluasan wewenang P2TP2A sangat urgen. Mengapa? Pertama, P2TP2A telah memiliki infrastruktur untuk penanganan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak. Mreka memiliki tenaga konselor di setiap kabupaten. Sehingga dengan pemberian mandat untuk penanganan rehabilitasi bagi perempuan dan anak yang terpapar radikalisasi maka ini akan berhasil. Tentu saja capacity building bagaimana men-tackle korban radikalisasi sangat diperlukan. Kedua,  saat ini hanya Kemensos yang menangani rehabilitasi proses para deportan atau returnee yang terpapar oleh radikalisme. Setelah mereka menandatangi dokumen kembali pada NKRI, maka mereka akan dikembalikan ke daerah untuk menjalani proses reintegrasi. Sementara banyak ditemui di lapangan bahwa orang-orang yang terpapar ini masih membutuhkan rehabilitasi. Disinilah kerja P2TP2A menjadi lebih memungkinkan dibandingkan jika Kemensos harus mengirimkan tenaga konselor. Dibantu dengan tenaga pendamping dari CSO yang bergerak membantu reintegrasi, maka penanganan di lapangan akan lebih maksimal.

3. Pemberdayaan dan Partisipasi Perempuan: Intervensi kunci PVE yang bisa diintegrasikan adalah para penguatan communty resilience, dimana upaya penguatan peacebuilding di komunitas harus terjadi, dimana perempuan memiliki peran penting sama seperti laki-laki. Disinilah program Reintegrasi "para mantan" (mantan napiter, deportan, returnes) adalah proses melebur kembali di masyarakat. Selain penyiapan "para mantan" juga penting memastikan penerimaan di masyarakat benar-benar terjadi. Maka pekerjaan peacebuilding menjadi sangat relevan. Dimana elemen pemberdayaan untuk pemulihan rasa percaya dan ekonomi bisa dilandingkan untuk memperkuat trust diantara "para mantan" dengan masyarakat sekitar. Dalam hal ini, penting memberikan pengetahuan di masyarakat bagaimana hidup berdampingan dengan "para mantan". Mendorong masyarakat mencapai pada tingkat ketahanan tertentu dan menjadikan komunitas atau masyarakat menjadi tempat yang kondusif bagi "para mantan" untuk tidak melakukan kekerasan dan tidak menyebarkan paham radikalisme.

Mempersiapkan Tindak Lanjut....

Beberapa langkah yang penting untuk dipersiapkan adalah:
1. Road Show Daerah untuk memfinalkan subtansi RAD P3AKS dengan elemen integrasi PVE . Untuk memastikan elemen kunci ini terrefleksi ke dalam RAD P3AKS, penting dilakukan couching intensif di masing-masing proponsi dan menata tim Pokja dan FKPT. Di proses ini penting berkordinasi dengna KPPPA dan struktur Steering Commitee utuk pelaksanan RAN P3AKS termasuk Pokjanya agar pekerjaan bisa di sinergikan dengan maksimal.
2. Membaca kembali subtansi dari RAN PE untuk melihat kembali apakah ada elemen kunci yang ketinggaalan
3. Fokus pada hal yang bisa ditackle oleh daerah dan tidak berambisi menarik semau program RAN PE ke dalam WPS.
4. Memastikan genda RAD P3AKS fokus pada prioritas WPS di daerah dan prioritas integrasi PVE ke dalamnya
5. Memastikan infrastruktur pelaksana RAD P3AKS berjalan dengan efektif
6. Membuat mekanisme Monev yang efektif untuk melihat impact dari pelaksanaan RAD P3AKS nantinya, dari pekerjaan semua stakeholders


***








Tidak ada komentar:

Posting Komentar