Minggu, 22 Januari 2017

PEREMPUAN DAN POLITIK GEMBIRA PILKADA

Ribuan orang membanjiri FX Sudirman sejak Sabtu sore, 21 Januari 2017.  Kali ini tampak sekali wajah-wajah remaja usia 17an berbalut kostum hitam dan selendang kotak-kotak. Saya juga berpapasan sejumlah remaja yang antri beli Es Teh Thai, di lantai tiga. Dari raut mukanya ada yang keturunan Cina, Jawa, atau wajah-wajah Sumatera dan sebagainya. Dari logat bicara yang saya dengerkan, peserta acara Hip Hip Hura II sangat beragam, dan banyak sekali minoritas Ethnik dan agama yang hadir membanjiri tiga lantai FX Sudirman. Yang saya tangkap rakyat ingin merayakan politik dengan cara gembira. 

Ya..politik gembira ini juga sedang dijalankan oleh Giring Nidji, dengan Ngamen Solidaritas di kampung-kampung di Jakarta. Tujuannya saya rasa agar warga Jakarta bisa menyambut Pilkada DKI yang akan dijalankan serentak dengan 110 wilayah di Indonesia, pada tanggal 15 Februari 2017, dengan hati yang senang. Politik gembira juga dibawakan oleh para perempuan-perempuan relawan dengan membuka diskusi politik di tengah kampung, beauty class, blusukan di pasar untuk cek harga-harga sembako, bersih-bersih kampung, wayangan, dan berbagai jenis kegiatan yang bertujuan untuk membongkar kebisuan dan ketakutan dalam Pilkada DKI. 

Politik gembira adalah politiknya rakyat.  Saya sangat tertarik mengikuti dan terlibat aktif didalam pesta demokrasi di Jakarta, dengan menanggalkan sementara tugas saya sebagai country representative AMAN Indonesia. Jadi, keterlibatan saya pribadi dengan Pilkada adalah keterlibatan pribadi dan tidak ada sangkut pautnya dengan lembaga.  Keterlibatan saya sebagai relawan perempuan BaDja, memiliki kesempatan besar untuk melakukan observasi mendalam tentang bagaimana relawan perempuan bekerja. Saya bangga dengan mereka semua. Mereka gembira mejalankan misi mereka setiap harinya buat pemimpin yang melayani di Jakarta. Kembali pada politik gembira untuk Pilkada DKI, mengapa politik gembira ini perlu diciptakan dalam proses Pilkada di Jakarta dan mungkin di tempat-tempat yang lainnya; 

Pertama, hak politik adalah hak dasar manusia. Hak politik setiap warga negara, khususnya perempuan dilindungi oleh UUD 1945 dan juga instrumen HAM dunia. Apa itu hak politik? 

Hak Asasi Politik adalah hak ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih maksunya hak untuk dipilih contohnya : mencalonkan sebagai Bupati , dan memilih dalam suatu pemilu contohnya memilih Bupati atau Presiden), hak untuk mendirikan parpol, dan sebagainya.

Contohnya : 
Hak Asasi Politik dalam memilih dalam suatu pemilihan contohnya pemilihan presiden dan kepala daerah
Hak Asasi Politik dalam Dipilih dalam pemilihan contohnya pemilihan bupati atau presiden
Hak Asasi Politik tentang kebebasan ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
Hak Asasi Politik dalam mendirikan partai politik
Hak Asasi Politik dalam membuat organisasi-organisasi pada bidang politik 
Hak Asasi Politik dalam memberikan usulan-usulan atau pendapat yang berupa usulan petisi.

Kedua, Politik gembira akan menggeser taboo. Politik adalah salah satu aspek kehidupan manusia yang sama pentingnya dengan aspek sosial dan budaya. Bahkan kelompok Feminist sendiri memiliki Jargon "personal is political" atau yang personal itu politis. Ini karena hampir setiap aspek kehidupan perempuan ditentukan oleh proses politik. Olehkarnanya intervensi dalam ranah politik bagi saya seorang feminis sangat penting. Intervensi di bidang politik bisa dilakukan dalam berbagai macam kegiatan seperti pendidikan politik perempuan, penyiapan kader-kader perempuan, memperjuangkan calon yang memiliki visi dan misi yang telah terbukti punya komitmen pada hak-hak perempuan, atau calon pemimpin yang terbuka dan bersedia memperjuangkan hak-hak perempuan. Perjuangan politik bisa saja diranah Parpol atau di luar Parpol. 

Ketiga, Politik Gembira berkonsekuensi mendorongkan kampanye damai belum menjadi cara yang dipercaya oleh banyak calon dan tim sukses mereka. Sehingga kita bisa melihat di media sosial, alih alih bertarung program, calon atau tim sukses sibuk mencari kejelekan lawan dan membuat komitmen-komitmen yang tidak mendidik. Dampak kampanye "perang" yang bernuansa kebencian adalah sulit rekonsiliasi pasca Pilkada. Dendam kesumat masih kuat di hati para calon yang kalah atau pendukung-pendukungnya. Selain itu, mengumbar kebencian berpotensi memecahbelah bangsa. Para Paslon dan jurkam harusnya paham ini dan lebih fokus kepada program kerja saja. 

Saya kagum dengan relawan perempuan yang konsisten untuk menjalankan kerja dan mendekatkan diri pada rakyat bukan saja menjelaskan program BaDja, tetapi juga mendengarkan aspirasi dari bawah untuk disampaikan kepada Paslon yang mereka usung. Saya melihat model kampanye damai itu banyak diusung oleh kawan-kawan perempuan. Fokus pada program dan pentingnya suara perempuan direcognisi dalam pembangunan Jakarta. 

Keempat, Politik Gembira harus bisa mengalahkan Politik Pecah Belah. Politisasi agama masih kuat dalam Pilkada DKI. Orang menggunakan agama untuk menjatuhkan pihak lawan. Sejak pecah kasus Al-Maidah 15 di Kep. Seribu, isu ini begitu powerful dijadikan alat konsolidasi Islam garis keras. Aksi 411 atau Sholat Jumat bersama 212, adalah nyata bahwa politisasi agama masih "mangkus" di tanah air. LSI melaporkan bahwa 88% para peserta aksi 411 maupun doa bersaam 212, terbukti tidak pernah menonton sendiri video yang menjadi sumber berita. Mereka banyak yang ikut-ikutan. Bukan hanya itu, lalu isu pemimpin harus muslim juga dihebuskan oleh lawan politik untuk menjegal petahana. Sungguh cara berpolitik yang tidak mendidik. Bukan saja cara berpolitik yang membodohi rakyat dengan politisasi agama, tetapi juga sangat nyrempet pada potensi perpecahan bangsa dengan menggosok sentimen anti Cina, anti non muslim. Bukankah di negara Indonesia yang beragam ini, setiap anak bangsa berhak menjadi pemimpin? bukankah yang sedang kita pilih adalah pemimpin negara bukan pemimpin sholat? Kita akan menyesal jika rakyat benar-benar memilih pemimpin "asal bukan Kristen atau Cina atau ethnik tertentu", dan kemudian rakyat lebih memilih pemimpin muslim yang biarpun korup atau buruk rekam jejaknya tetap dipilih karena agama.

Blusukan di kampung-kampung dan mendengar banyak curahan hati perempuan Jakarta, membuat saya semakin yakin perempuan lebih realistis dalam memilih pemimpin mereka. Mereka sangat paham bedanya pemimpin agama dan pemimpin administrasi. Apalagi kata pemimpin sudah tergantikan dengan "Pelayan Rakyat", dimana tugas utama pemimpin adalah melayani ketercukupan kebutuhan dasar rakyat dan meciptakan birokrasi yang bersih dan jujur. Sudah tidak disangsikan lagi bahwa KJP dan KJS begitu dirasakan sangat menolong perempuan Jakarta. Dengan dua kartu itu kini perempuan Jakarta tidak perlu khawatir tentang dana pendidikan dan kesehatan mereka. Tanpa pemimpin yang jujur dan berpihak pada orang kecil, mungkin Jaminan Sosial hanya tinggal teks belaka. Dibutuhkan pemimpin yang komitmen dan sungguh-sungguh melayani.

Kelima, Politik gembira adalah titik balik perubahan bangsa lebih baik. Perempuan paling dekat dengan perubahan keluarga dan masyarakat. Mereka sangat merasakan perubahan di Jakarta. Momen Pilkada adalah momen gembira mereka untuk menyampaikan pada para Paslon agar perubahan yang sudah ada tidak dihilangkan tapi terus ditambahkan. Bagaimana mereka bisa menyatakan ide, gagasan dan perasaannya jika bicara saja sudah diintimidasi oleh tetangga-tetangganya yang berbeda pilihan.

Berkembangnya fitnah di masyarakat dan bahkan aksi "penolakan" yang disertai intimidasi di masyarakat untuk pasangan tertentu, membuat perempuan terancam. Kita tidak akan tahu dan merasakan banyak perempuan bungkam, ketakutan, "sssstttt jangan rame-rame, kita pilih di bilik suara aja. Yg udah jelas-jelas aja.."....Kalau kita tidak terlibat langsung dalam proses ini. Jumat malam, 20 Januari 2017, saya mendapatkan undangan khusus dari perempuan-perempuan di RW 1 Rawamangun untuk diskusi program pemberdayaan BaDja. Selama saya menunggu di balai rumah Bu Ayu, saya meliirk ke pintu gerbang, beberpaa kali warga menengok ke beranda rumah yang masih sepi dan kemudian pergi. Baru ketika 4 orang perempuan datang bersamaan dan kemudian duduk berbincanag dengan saya sambil menunggu yang lain, satu per satu ibu-ibu kemudian hadir dan ikut bergabung dalam diskusi malam itu.

Keenam, Politik gembira bisa menyuburkan cita-cita perempuan muda di Jakarta untuk memasuki wilayah politik yang biasanya didominasi oleh laki-laki dan dari kalangan elit semata. Kini, era baru Indonesia membuka mata kita semua bahwa berpolitik itu boleh buat siapa saja. Tidak harus dari Jawa, ethnik apapun, dan jenis kelamin apapun. Keterbukaan inilah yang akan mendorong munculnya banyak pemimpin perempuan di masa mendatang. Saya bisa pastikan kalau setiap Pilkada, partisipasi masyarakat penuh, termasuk masyarakat yang mendanai Pilkada, lalu masyarakat yang membuka ruang-ruang diskusi dengan Paslon, dan masyarakat yang memilih, Tanpa intimidasi, fitnah-fitnah berseliweran, dan fokus pada kualitas. Saya yakin 100 persen kalau akan banyak muncul perempuan-perempuan yang siap menjadi pemimpin negeri ini.

Ketujuh, Politik gembira akan mempercepat rekonsiliasi pasca Pilkada. Saya berharap Pilpres 2014 memberikan pembelajaran bagi kita semua bahwa politik pecah belah harus ditinggalkan. Ini merugikan banyak pihak. Pembangunan pasca Pilkada adalah pembangunan dari, oleh dan untuk rakyat. Saya yakin perempuan bisa memberikan contoh lebih baik bagaimana berpolitik dengan gembira bisa mencairkan ketegangan kita semua.

Kita ini sedang memilih Pelayan Masyarakat, bukan Pemimpin Agama. Kita sedang melakukan evaluasi atas pembangunan lalu yang kurang sempurna, dan menawarkan model perubahan Jakarta yang lebih manusiawi dan adil gender. Maka, semua dari kita, baik Paslon dan para pendukung masing-masing tidak melupakan bagian kritis dari Pilkada yaitu sebagai media belajar demokrasi. Juga sebagai wadah pendidikan karakter bangsa. Olehkarenanya, hal-hal yang bersifat tidak mendidik , asal bukan si A. dihindarkan saja. Karena momentum sebentar di Pilkada jangan sampai merusak pendidikan karakter yang sudah berjalan di Jakarta selama lima tahun terakhir ini. ***

Perjuangan Belum Selesai
Ruby Khalifah




Tidak ada komentar:

Posting Komentar