Kamis, 14 Mei 2015

N-Peace; From UN-facilitated Network to Organic Network


12 Mei 2015, babak kedua N-Peace dimulai. Jika pada awal kelahirannya, network ini begitu cair dalam hal pola kordinasi, bahkan cenderung bergantung pada induknya yaitu UNDP untuk menginisiasi. Ini karena memang UNDP yang melahirkan Network ini dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Meskipun belum ada sebuah Platform jaringan nasional, tetapi sejak berdirinya N-Peace telah secara aktif merekrut anggota jaringan. Terbukti saat ini 2,300 perempuan aktif dalam perdamaian menjadi bagian dari N-Peace. N-Peace juga memfasilitasi dialogue pemerintah dan masyarakat sipil, termasuk diantara pada perempuan pekerja perdamaian untuk berbagi praktek terbaik di regional. 1000 orang telah bergabung dalam dialog tentang seputar isu Women, Peace and Security (WPS). 

N-Peace juga serius dalam memperkuat kepemimpinan perempuan dengan memberikan pengetahuan dan ketrampilan seputar konflik analisis, resolusi konflik, Resolusi PBB 1325, movement building dan advokasi. 353 perempuan perdamaian pernah ditraining baik di regional, nasional maupun lokal. Dengan kekuatan media sosial, N-Peace juga telah memobilisasi dukungan untuk advokasi isu perdamaian di tingkat regional dan global.


Kemunculannya juga memberikan ruang baru bagi perempuan perdamaian yang ceritanya tak pernah terdengar dan tak terceritakan sebelumnya. Melalui N-Peace Award yang diberikan dengan berbagai macam kategori diantaranya adalah Untold story (Women transforming community), Breaking role (women and media), the peace generation (young women and men building peace), Thinking outside the box (Bringing solution to persistent problem). Meskipun mekanisme seleksi,  kriteria dasar pemilihan pemenang Award menuai banyak kritik publik, tetapi harus diakui bahwa pemberian penghargaan pada perempuan-perempuan yang berkontribusi pada perdamaian adalah langkah awal mengukir cerita perdamaian oleh perempuan itu niscaya.

Pertemuan strategic planning N-Peace di Bangkok yang dihadiri perwakilan UNDP dan anggota steering commitee dari N-Peace ditujukan untuk; (1) membuat platform baru N-Peace; (2) Merumuskan mekanisme kerja jaringan dimana kepemimpinan dalam jaringan bukan lagi menjadi wilayah eksklusif UNDP, tetapi lebih didasarkan pada rotasi per negara; (3) Menentukan fokus kerja N-Peace ke depan. 

Menakar Kembali N-Peace

Setiap jaringan memiliki keunikannya sendiri, karena dilahirkan dari rahim yang berbeda-beda. Begitu pula N-Peace dimana kelahirannya dibidani oleh UNDP, juga memiliki karakter sendiri. Perwakilan anggota N-Peace yang hadir dari negara-negara dimana N-Peace bekerja adalah Philipina, Myanmar, Nepal, Pakistan, Afghanistan dan Indonesia melakukan refleksi terhadap perjalanan N-Peace selama lime tahun dan melihat secara objektif bagaimana sebenarnya network ini. Perlukah N-Peace berubah? Jika ya, kearah mana dia harus berubah? Berikut saya rangkumkan sekilas dari refleksi sebagai bahan renungan juga kawan-kawan N-Peace di berbagai negara, terutama di Indonesia untuk memikirkan platform nasional seperti apa yang paling cocok untuk N-Peace dengan keunikannya sebagai “UNDP-facilitated Network”. 

- Added value; telah banyak jaringan dengan platform yang berbeda-beda exis di regional dan nasional. Keterlibatan perempuan perdamaian dalam payung N-Peace sudah seharusnya bisa memberikan “added value”. Ini salah satu yang akan membuat jaringan N-Peace dihidupi oleh anggotanya. 

- Scoping; Bagaimanapun juga N-Peace tidak bisa melakukan segalanya. Menentukan fokus kerja akan membantu N-Peace untuk mengenali dengan baik kekuatan anggotanya , memfasilitasi proses mutual empowerment di dalam jaringan dan menentukan wilayah advokasi bersama yang paling strategis. Termasuk menentukan penggunaan media advokasi yang paling memaksimalkan kekuatan N-Peace.

- Plaform Jaringan; secara natural harus diterima bahwa penggerak N-Peace adalah UNDP. Tidak ada yang salah. Tetapi penting memastikan bahwa proses suara, perspektif dan concern anggota adalah basis dari pengambilan keputusan. Apapun pilihan dari sebuah platfom yang nantinya dipilih, pesan yang tersampaikan ke publik seharusnya memperkuat women’s leadership adalah jawaban dari kegagalan sistem dunia untuk mengukir perdamaian di muka bumi. Ini karena isu perempuan dan partisipasi perempuan tidak dianggap serius. Kekuatan gerakan perempuan yang begitu terlihat pada tahun 1995 di Beijing berhasil mendorongkan 12 isu kritis perempuan yang kemudian dikenal dengan Beijing Platform for Action, kini dalam dua puluh tahun implementasi justru gerakan perempuan mengecil perannya. Salah satunya adalah dukungan pada gerakan semakin mengecil dan trend donor pada tipe program pelayanan langsung (direct service).

- Linkages dengan jaringan yang lainnya; Sebagai bagian dari gerakan global, penting buat N-Peace memikirkan strategi untuk bersinergi dengan jaringan lainnya. Ini juga termasuk penting memikirkan bagaimana pesan yang disampaikan oleh N-Peace bisa menyasar dengan tepat. Anggota N-Peace saat ini sedikitnya tergabung dalam beberapa jaringan global diantaranya adalah Global Network on Women Peacebuilder (GNWP), Women Seriously, Women Waging Peace, Asia Pacific Women’s Alliance for Peace and Security, Action Asia, dan sebagainya. Linkages juga bisa dimaknai menghubungkan national concern dengan regional agenda, atau sebaliknya menjadikan kepedulian nasional sebagai kepedulian regional. Disinilah pesan solidaritas tersambungkan. Forum multilateral tingkat regional dan global seperti (ASEAN, SAARC, PBB, G20 dan sebagainya) bagaimana bisa menjadi ruang kondusif untuk advokasi WPS. Minimal forum PBB mengingat kedekatan N-Peace dengan UNDP diharapkan bisa membuat space advokasi di dalam UN sendiri.

- Kontektualisasi pesan dan mekanisme gerakan di tingkat nasional;  Level demokratisasi di setiap negara anggota N-Peace bervariasi baik terkait dengan situasi politik, nilai-nilai yang berkembang, dan kemampuan secara finansial. Terutama persepsi negara terhadap kesetaraan gender dan pemajuan HAM Perempuan, biasanya sangat dipengaruhi oleh sejauh mana politisasi agama terjadi. Misalnya pilihan sebuah gathering perempuan di pantai, di Pakistan mungkin tidak strategis karena asosiasi pantai dengan hal negatif.  

- Parameter N-Peace; Selama ini Resolusi 1325 menjadi parameter N-Peace meskipun disadari bahwa ada framework lain yang sebenarnya juga berhubungan dengan agenda Women, Peace and Security (WPS), misalnya saja Resolusi 1820, dan yang lainnya juga penting untuk diingat bahwa agenda perempuan dan konflik juga ada dalam dokumen General Recomendation 30 CEDAW, Beijing Platform for Action (Area of concern Women and Armed Conflict). 

- Peningkatan Kapasitas; ada dua jenis training yang pernah dilakukan oleh N-Peace yaitu Training of Trainer dimana para aktifis perempuan perdamaian dilatih untuk bisa menggunakan skill resolusi konflik, peningkatan skill advokasi dan sebagainya. Training ini kemudian bertansformasi menjadi Training of Mobilizer (TOM), karena kebutuhan para perempuan perdamaian. Konspe TOM ini sudah bagus karena training, aksi dan refleksi. Tetapi butuh mentoring krena alumni sering membutuhkan input dalam menjalankan aktifitasnya. 

- Men Involvement; Keterlibatan laki-laki dianggap perlu, tetapi harus dipikirkan cara yang strategis agar mereka tidak melakukan dominasi baru. 

- N-Peace Award; proses penilaian Award mendapatkan kritik, dimana proses voting dianggap terlalu sederhana. Sistem ini membuka kecurangan dimana mobilisasi bisa saja dilakukan oleh pihak-pihak yang ingin mendapatkan award. Diperlukan verifikasi dari pihak UNDP untuk memastikan bahwa calon awardee memang memiliki kegiatan yang mengarahkan perdamaian. Kasus terpilihnya awardee yang dianggap tidak sesuai kategori, menimbulkan pertanyaan tentang definisi perempuan perdamaian itu sendiri, karena kemungkinan saja N-Peace award berganti dengan Human Rights awards. Maka penting untuk benar-benar menyaring kriteria tentang pekerja perdamaian. Small grant buat Awardee akan mendukung setiap langkah awardee untuk mempromosikan perdamaian. Dengan grant kecil mereka bisa mendukung inisiatif baru di komunitasnya atau scale up kegiatan mereka.

Menuju N-Peace Baru

N-Peace adalah rumah bersama. Keberadaan UNDP sebagai ibu yang melahirkan tidak bisa dipungkiri. Yang terpenting adalah bagaimana jaringan ini bisa bergerak secara organik dengan memperkuat kepemimpinan perempuan di negara-negara yang sedang dilanda konflik. Ke depan, N-Peace diharapkan bisa lebih maksimal dengan managemen baru dimana keterlibatan anggota N-Peace dalam menentukan arah gerakan sangat kuat. 

Wajah baru N-Peace adalah sebagai berikut:

Steering Guidance Group (SGG): adalah representasi negara N-Peace yang diambil dari anggota aktif N-Peace untuk duduk sebagai bagian dari steering committee. Tugas-Tugas dari SGG adalah
  1. Provide guidance, expert advice and recommendations. 
  2. Support and help facilitate the creation of a regional coalition of women’s groups and networks that can effectively advocate for WPS in a coordinated fashion. 
  3. Release statements of solidarity, as required. 
  4. Share and connect experiences, enabling greater learning throughout the N-Peace Network. 
  5. Provide expert country-to-country support and guidance. 
  6. Maintain and strengthen the network’s momentum and expansion. 
  7. Monitor and provide strategic guidance on the implementation of N-Peace’s Phase 2 activities. 
  8. Mobilize others to join the N-Peace Network and increase the profile of the N-Peace Network regionally and globally. 
  9. Provide information on the perception of N-Peace and offer guidance on improving communications and reputation. 
  10. Suggest entry-points, activities and best practices for engaging men and boys into N-Peace’s work. 
  11. Seek out and encourage partnerships and cooperation with potential donors and like-minded CSOs, government officials, academics, private sector and relevant UN agencies.


SGG beranggotakan 2 perwakilan yang ditunjuk oleh UNDP untuk duduk di Steering Group, mereka adalah Irine Santiago dan satu lagi lupa (Phillipina), Adriana Venny (Indonesia), Ruby Khalifah (Indonesia), Thin Thin (Myanmar), Pinky (Nepal), Shad Begum (Pakistan), Afghanistan, Timor Leste.  Sayagnya yang hadir pada pertemua di Bangkok hanya dari negara Myanmar, Philipina, Nepal, Afghanistan, Pakistan dan Indonesia. Sementara Timor Leste tidak hadir. Anggota SGG akan berotasi setiap 2 tahun sekali. Disepakati untuk kebutuhan menstabilkan beberapa hal penting dalam SGG, maka pada kepengurusan SGG yang pertama ini akan diminta selama 3 tahun, sekaligus menyiapkan transisi pada kepengerusan yang baru. Bentuknya volunteer dan UNDP hanya memfasilitasi terselenggaranya pertemuan tersebut 2 kali dalam satu tahun. 

Training of Mobilizer (TOM) tetap akan menjadi core capacity building dari N-Peace di masa mendatang dengan memperkuat konteks analisis, sistem mentoring dan cross sector approach. Desain TOM yang dirancang oleh UNDP dan Inclusive Security, dimana peserta training akan mengalami 18 bulan intervensi kelas dan lapangan. Keluaran dari trianing adalah seorang mobilser perempuan yang memiliki skill resolusi konflik, pengorganisasian dan advokasi. Khusus untuk mentoring para mobilizer, UNDP akan memperjelas konsep mentoring dan mekanisme yang tepat. Ada usulan bahwa mentoring juga bisa dilakukan oleh para expert di dalam N-Peace itu sendiri dimana anggota-anggota yang telah memiliki banyak pengalaman bisa mendampingi pada mobilizer. 

Innovation and youth lebih difokuskan pada mobilisasi youth menggunakan teknologi . Kampanye adalah krusial. Bagaimana membuat sebuah kampanye yang tepat adalah tugas N-Peace. Kecanggihan teknologi harus bisa membantu memperkuat isu women, peace and security. Kreatifitas anak muda untuk mengemas isu perempuan, perdamaian dan keamanan menjadi lebih populer. Sebuah program inisial sedang digagas di N-Peace yang lebih mendekati konsep sosial innovation. 
N-Peace Awards tetap akan menjadi salah satu program unggulan dalam N-Peace. Tetapi kali ini ada perubahan significant pada sistem pemilihan N-Peace. Penentuan terkahir pemenang ada pada dewan juri yang dipilih oleh UNDP sebagai pihak independen untuk menentukan siapa yang layak untuk menerima N-Peace. Kategori ada tiga yaitu Untold stories (Grass root women), New Generation (youth), campaigner (national aktifis). Small grant kemungkinan akan diberikan untuk mendukung kerja-kerja para pemenang N-Peace.  

South-South Triangular Cooperation (SSTC), adalah program UNDP untuk menggagas hubungan antar pemerintah dengan pemerintah di negara-negara developing. Meskipun ini program yang banyak melibatkan pemerintah, tetapi masyarakat sipil juga terlibat. NHRI seharusnya dilibatkan juga, tetapi belum terlihat. Saat ini sedang digagas sebuah program SSTC antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Myanmar. Latar belakang mengapa ini dilakukan adalah bahwa Mynamar dalam proses transisi mempercayakan Indonesia sebagai negara tetangga yang dianggap bisa membantu proses demokratisasi. PAda tanggal 25 Mei 2015, akan ada kunjungan dari perwakilan Indonesia yaitu dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Kementerian DAerah Tertinggal dan Perwakilan dari Masyarakat sipil untuk menghadiri pertemuan nasional di Myanmar dimana perwakilan pemerintah dan CSO akan hadir. Target pertemuan adalah membicarakan program kerjasama ke depan. Perwakilan dari CSO dari Indonesia pada awal kunjungan ini adalah AMAN Indonesia, diharapkan bisa mempresentasikan gambaran program Perempuan, Perdamaian dan Keamanan dan peran CSO di Indonesia khususnya dalam membumikan program women, peace and security. ***



Tidak ada komentar:

Posting Komentar