Selasa, 28 April 2015

Learning about Dialogue (1)

Dalam transformasi konflik, kita mengenal berbagai cara penyelesaian konflik diantaranya adalah rekonsiliasi, negosiasi, litigasi, arbitrasi, termasuk dialog dan mediasi. Semua cara bisa dipakai sesuai dengan tujuan dan prinsip-prinsip penggunaannya. Pada tanggal 20-23 April 2015, saya berkesempatan untuk menghadiri Training Mediation Beyond Borders di Bucharest Rumania, untuk memperdalam Mediasi dan Dialog. Pada tulisan ini, saya hanya menuliskan tentang dialog.

Relective Structured Dialogue, sebuah pendekatan dialog dengan menggunakan sistem terapi keluarga dimana dialog dipakai untuk membangun pemahaman bersama, bukan mencari solusi.  Artinya cara dialog dipakai hanya untuk membuka space setiap orang untuk memahami situasi dan kondisi komunitas yang terdampak oleh konflik. 


Prinsip-prinsip dalam dialog (kompilasi) sebagai berikut; (1) mendengar aktif, artinya mendengarkan dengan hati tentang apa yang disampaikan setiap peserta dalam dialog. Mendengar tidak untuk melakukan debat, apalagi menjatuhkan orang lain; (2) pesan yang dibawa lebih difokuskan pada situasi, kondisi, personal feeling, bukan mengarah pada “blaiming” pihak lain; (3) tidak ada gab power pada peserta dialog (power balancing). Untuk memastikan tidak ada power imbalance diantara peserta, beberapa intervensi diperlukan seperti training komunikasi efektif, public speaking, dan analisis dan sebagainya bisa diberikan pada kelompok yang dianggap lemah untuk memastikan semua orang dalam dialog memiliki kesetaraan dan keadilan dalam distribusi; Cara lain yang bisa diambil untuk menyamakan posisi adalah peserta dialog diminta bicara atas nama dirinya sebagai perempuan, laki-laki atau ibu, bapak, kakek/nenek dan sebagainya, bukan profesi. Ini tentu tidak mudah. (4) Bicara atas nama sendiri, bukan perwakilan dari sebuah kelompok agar individu yang terlibat dalam dialog merasa nyaman dan bebas menyampaikan ide-ide nya. 

(5) Dialog tidak harus dibuat memperhadapkan antara kelompok yang berkonflik artinya orang-orang yang telah dengan jelas mengambil posisi. Dialog juga bisa dipakai untuk membangun pemahaman pada silent majority, dengan menghadirkan silent majority (orang-orang yang tidak mengambil sikap jelas, tetapi memiliki persepsi yang negatif terhadap isu). Misalnya dalam kasus Sunni dan Shia di Sampang, dimana silent majority adalah orang biasa diluar lingkaran orang kunci yang sedang bersitegang. Mereka bisa pendukung dari keduanya atau tidak sama sekali. Melibatkan mereka dalam dialog untuk membuka space bagi setiap orang untuk mendengarkan cerita lain selain yang beredar di publik. (6) Peserta dialog sangat terbatas untuk memastikan setiap orang memiliki waktu cukup untuk menyampaikan pikiran atau perasaannya. Idealnya sekitar 10 orang. Apakah dialog bisa dilakukan dengna melibatkan 100 orang? tentu bisa dengan cara dibagi per kelompok dengan 2 orang fasilitator. 
Contoh dialog yang dilakukan oleh Metaplasis di Yunani mengenai Immigran. Karena Yunani dalah gerbang Eropa dan Asia, maka banyak sekali imigran datang, sebagian besar adalah transit untuk mendapatkan suaka di German. Muncul masalah antara imigran dengan orang lokal. Dialog dilakukan pertama kali untuk membongkar kebuntuan komunikasi antara lokal dengan imigran. Dialog dilakukan dengan menggunakan konsep dialog reflective structured dialogue. Apakah dividers terlibat? Tidak karena dianggap akan mengganggu dialog, sementara kelompok rentan imigran powernya tidak cukup untuk menandingi power dari dividers. 

Struktur dalam dialog sebagai berikut: 

1) Mediator memberikan penjelasan dialog seperti apa yang sedang akan dilakukan. penjelasan ini selain meyakinkan tujuan dari dialog, mekanisme dialog yang dipakai, maka dipastikan semua pihak paham dengan nature of dialogue. Penjelasan dari mediator dengan memberikan elemen promosi kebaikan dialog, concern dan membangun curiosity pada semua orang untuk percaya pada dialog. Beberapa aturan main dialog juga bisa dijelaskan pada bagian awal ini misalnya: 
Peserta bisa tidak menjawab pertanyaan dengan bilang “pass” dan mediator akan kembali lagi. Jika tidak memiliki jawaban juga tidak masalah 
Jika ada peserta bicara tidak bisa menyela. diberikan waktu sendiri pada bagian akhir dialog bagi peserta bisa memberikan pertanyaan pada peserta lain untuk tujuan mempertajam pemahaman 

2) Membuat sebuah kesepakatan bersama untuk mensukseskan dialog. 

3) Pertanyaan kunci pertama terkait dengan opini semua orang tentang hal substansial dari sebuah kepercayaan. mislanya tentang Inter faith relation. Maka pertanyaan bisa “apa yang anda pikirkan tentang relasi interfaith dan agama anda mengajarkan apa? Mediator mempersilahkan seluruh peserta dialog untuk bisa berpendapat. 

4) Pertanyaan kunci kedua terkait dengan “apa yang jadi masalah dari interfaith relasi? ini juga dijawab oleh semua orang

5) Pertanyaan kunci ke tiga terkait dengan “apa yang jadi internal tension dari setiap orang terkait dengan relasi inter faith? 

6) Pertanyaan ke empat “pembelajaran apa yang bisa diambil dari proses dialog dan bagian mana yang harus diperbaiki? 


***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar